JUMLAH pemilih pada pemilu tahun 2024 sebanyak 205,85 juta jiwa menurut KPU. Kemudian jumlah penonton televisi di seluruh Indonesia sekitar 130 juta jiwa tahun 2023 menurut data Nielsen.
Dari jumlah penonton televisi tersebut, sebanyak 124 juta jiwa penduduk yang menonton siaran digital.
Selanjutnya berdasarkan data dari Dewan Pers per Januari 2023, terdapat 902 perusahaan media digital, sebanyak 423 perusahaan media cetak, dan sebanyak 369 perusahaan televisi.
Artinya, peran media massa sangat menentukan preferensi voters dalam pemilu 2024, namun keberadaan pasar informasi mempunyai struktur pasar bersaing sempurna. Dewasa ini peran siaran digital melalui live streaming dan menonton televisi melalui YouTube memungkinkan informasi cepat tersebar secara luas dan ditonton menggunakan jeda waktu.
Implikasinya adalah berita politik untuk membentuk opini guna memengaruhi kesadaran voters, berpeluang dapat dipengaruhi oleh informasi yang disiarkan secara terus-menerus oleh stasiun-stasiun televisi dan stasiun berita media massa lainnya.
Akan tetapi televisi berita seperti Metro TV ditonton 1,2% dari total penonton televisi. TV One sebanyak 2,7% penonton. Sementara itu jumlah penonton yang tergolong terbanyak adalah stasiun televisi RCTI sebesar 18,9% penonton dan Indosiar sebanyak 18,8%, yang dominan menyajikan dunia hiburan per Juni 2022.
Artinya, berita politik, yang pemilik media massa berafiliasi dengan parpol pendukung paslon diduga memengaruhi preferensi pemirsa untuk memilih paslon dalam Pilpres 2024 tidaklah berpopulasi dominan dalam memengaruhi voters.
Selanjutnya penonton yang berselera menyukai informasi dunia hiburan seperti sinetron, film, dan musik berjumlah jauh lebih banyak dibandingkan menonton berita politik, yang tergolong serius. Acara diskusi, dialog, berita politik, dan debat tidaklah sebanyak ditonton pemirsa dunia hiburan ringan.
Artinya, seberapa pun sering dan kuat berita politik dari suatu stasiun berita media massa, yang bersifat profesional dan terafiliasi dengan parpol, namun tetap saja terdapat perbedaan yang tajam antara orang-orang yang mendapat terpaan informasi berita politik dibandingkan struktur pemirsa voters, yang mayoritas penggemar dunia hiburan.
Di samping itu, ada kesenjangan antara elite dibandingkan masyarakat akar rumput. Secara sangat kasar berdasarkan informasi distribusi penduduk yang bekerja berpendidikan diploma hingga lulus sekolah doktor secara total sebanyak 12,76% per Agustus 2023.
Implikasinya adalah gerakan demokrasi berupa arus deras petisi etika dan moralitas, yang disuarakan oleh sebagian dari elite civitas akademika dalam beberapa hari terakhir ini, itu diduga hanya akan sedikit memengaruhi voters. Mayoritas voters kemungkinan tidak terpapar oleh gerakan pengusung anti pelanggaran etika dan moralitas.
Implikasinya adalah gerakan demokrasi tersebut kemungkinan tidak mudah untuk menjungkirbalikkan prediksi hasil survei dari ranking pertama menjadi ranking ketiga dalam periode kampanye kurang dari 6 hari kalender.
Gerakan etika dan moralitas dalam bahasa sederhana adalah menolak paslon Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Alasannya adalah demokrasi dikonstruksikan oleh kelompok kepentingan yang menghendaki pergantian kekuasaan, misalnya menolak Joko Widodo melanjutkan kekuasaan kepada Gibran Rakabuming Raka, yang menjadi anak kandungnya. Menolak politik dinasti, sekalipun dinasti merupakan fenomena politik di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia.
Menolak Prabowo Subianto, yang direpresentasikan melanggar HAM, yang lebih mirip dikonstruksikan sebagai agenda balas dendam tersembunyi dari kelompok kepentingan terhadap aparat penegak hukum. Menolak pensiunan tentara untuk berkuasa. Dan seterusnya, maupun yang bermotifkan aspirasi ras.
Sejarah yang akan membuktikan tentang apakah gerakan demokratisasi, yang dipicu oleh sebagian guru besar dari Bulaksumur akan berfungsi efektif sebagaimana Soeharto akhirnya menyatakan berhenti pada Mei 1998. Berhenti sebagai konsekuensi atas penguatan arus demokratisasi ketika itu.
Kekhawatiran terjadi puncak ketegangan politik dan chaos akan sirna, karena secara sederhana drama virtual persaingan peta persaingan politik dipengaruhi antara konflik kepentingan presiden dengan mantan presiden, yaitu mengenai pengajuan paslon untuk dimenangkan dalam pemilu. Pemenangnya adalah paslon yang terbanyak dipilih oleh voters.
Dr Ir Sugiyono MSi
Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Pengajar Universitas Mercu Buana
© Copyright 2024, All Rights Reserved