Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menegaskan, aturan tentang tindak pidana korupsi (Tipikor) tidak perlu dimasukkan dalam Rancanang Undang-Undang Kitab UU Hukum Pidana (RUU KUHP) yang saat ini tengah dibahas pemerintah dan DPR.
“Dia sudah jadi UU tersendiri harusnya tidak perlu dua kali karena sudah diatur," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Istana Negara Jakarta, Senin (06/04).
Basaria mengatakan, masalah tipikor sudah diatur dalam UU tentang KPK sehingga dipertanyakan jika dimasukkan kembali dalam RUU KUHP. “Sebenarnya cara berpikirnya simpel. Kita punya pemikiran itu memang lex specialis ya. Itu benar. Secara umum untuk kewenangan, kewenangan itu diatur di UU KPK, " katanya.
Sebelumnya diberitakan KPK telah menyurati Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar pasal-pasal yang mengatur tentang tindak pidana korupsi dicabut dari revisi UU KUHP. KPK menilai masuknya pasal-pasal tindak pidana khusus, termasuk korupsi, malah memperlemah pemberantasannya.
"KPK sudah mengirimkan surat pada Presiden juga agar pasal-pasal tipikor dikeluarkan dari KUHP tersebut," kata Kepala Biro Humas KPK Febri Diansyah,Selasa (29/05).
"Saya kira masyarakat Indonesia sebagai korban dari kejahatan korupsi ini akan mendukung jika Presiden berupaya melawan pelemahan terhadap pemberantasan korupsi dan sekaligus diharapkan Presiden juga memimpin penguatan pemberantasan korupsi yang salah satu caranya adalah membuat aturan yang lebih keras pada koruptor melalui revisi UU Tipikor yang ada saat ini," kata Febri.
Ia menambahkan, pendapat KPK itu setelah melakukan kajian bersama lima perguruan tinggi. Selain itu, Febri mengatakan BNN yang juga menangani tindak pidana khusus yaitu narkoba agar sebaiknya diatur dalam aturan tersendiri.
“KPK berharap pengesahan RUU KUHP tidak melemahkan pemberantasan korupsi, karena masih terdapat sejumlah pasal tindak pidana korupsi di RUU KUHP," ucap Febri.
© Copyright 2024, All Rights Reserved