Massa aksi dari Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi yang meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera memproses laporan yang dilayangkan Indonesia Police Watch (IPW) soal dugaan penerimaan cashback oleh mantan Gubernur Jawa Tengah (Jateng) Ganjar Pranowo dan mantan Direktur Utama (Dirut) Bank Jateng, Supriyatno.
Menanggapi desakan itu, Juru Bicara Bidang Penindakan dan Kelembagaan KPK, Ali Fikri, mengatakan, KPK membutuhkan waktu untuk melakukan proses verifikasi dan telaah atas pengaduan masyarakat.
Ali Fikri mengatakan, laporan masyarakat masuknya bukan kepada Kedeputian Penindakan, melainkan masuk ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM) di bawah Kedeputian Informasi dan Data (Inda).
"Di situ ranahnya administratif untuk kemudian memeriksa apakah laporannya sudah sesuai dengan ketentuan, kan ada peraturan pemerintah tentang peran serta masyarakat, apa saja syarat-syarat sebuah pelaporan, itu dicek dulu, kemudian dilakukan verifikasi telaah, dan koordinasi dengan pihak pelapor," kata Ali kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada Kav 4, Setiabudi, Jakarta Selatan, Jumat (8/3/2024).
Menurut Ali, jika seluruh proses berjalan dan menunjukkan ada peristiwa pidana korupsi yang merupakan kewenangan KPK, maka akan dilimpahkan kepada Kedeputian Penindakan.
"Jadi di sini butuh waktu, kalau peraturan pemerintahnya itu maksimal 30 hari kerja," katas Ali.
Sebelumnya, puluhan orang yang mengatasnamakan Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi mendesak KPK untuk segera memeriksa Ganjar dan Supriyatno.
Desakan itu disampaikan 70 orang yang menggelar demo di depan Gedung Merah Putih KPK, Jumat sore (8/3/2024).
Koordinator aksi Solidaritas Masyarakat Anti Korupsi, Adib Alwi mengatakan, laporan yang dilayangkan IPW terkait dugaan penerimaan gratifikasi berupa cashback oleh Ganjar dan Supriyatno harus segera diproses KPK.
"Kami mendesak KPK untuk mengusut tuntas atas dugaan gratifikasi yang diterima oleh Ganjar Pranowo dari Direktur Utama Bank Jateng. Hari ini kami menuntut agar KPK segera memeriksa Ganjar Pranowo dan Direktur Utama Bank Jateng," kata Adi saat menyampaikan orasinya di atas mobil komando.
Menurut Adib, ketika Ganjar masih menjabat sebagai Gubernur Jateng, diduga telah menerima gratifikasi mencapai Rp100 miliar.
"Oleh sebab itu, KPK harus serius menangani kasus korupsi yang ada di NKRI. Kami tegaskan, hari ini gerakan kami bukan polarisasi atau gerakan politis dalam kontestasi Pemilu 2024, gerakan kami murni untuk bagaimana memberantas korupsi yang ada di NKRI," pungkas Adib.
Dalam aksi ini, Soliditas Masyarakat Anti Korupsi membawa atribut demo. Yakni dua buah banner berukuran besar. Banner tersebut bertuliskan "KPK Jangan Lambat Proses Laporan Dugaan Gratifikasi Bank Jateng".
Pada banner yang kedua, terpampang foto Ganjar Pranowo dengan mata yang dicoret silang dan tulisan "KPK Segera Panggil dan Proses Orang Ini".
Sebelumnya, Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengatakan, pihaknya telah resmi melaporkan Ganjar Pranowo dan mantan Dirut Bank Jateng, Supriyatno ke KPK.
"IPW melaporkan dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi dan atau suap penerimaan cashback beberapa perusahaan asuransi kepada Dirut Bank Jateng inisial S (Supriyatno) dan juga pemegang saham kendali Bank Jateng, GP (Ganjar Pranowo) diperkirakan terjadi sejak 2014-2023. Jumlahnya lebih dari Rp100 miliar," kata Sugeng kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa siang (5/3/2024).
Sugeng menjelaskan, cashback dari perusahaan asuransi ke Dirut Bank Jateng terkait dengan adanya penjaminan perusahaan asuransi terhadap pada debitur Bank Jateng yang mendapat kredit dari Bank Jateng, sehingga wajib diasuransikan.
"Nasabah itu kan dijamin oleh asuransi untuk kepentingan apabila debitur udah meninggal, bank mendapatkan hak pertanggungan dari asuransi. Nah diduga ada cashback jumlahnya 16%," kata Sugeng.
Menurut Sugeng, cashback 16% yang dialirkan ke Bank Jateng, berasal dari beberapa perusahaan asuransi, seperti Astrindo, Astrida, dan beberapa perusahaan asuransi lainnya.
"Nah ini dibagi nih ada diterima oleh buat operasional bank, cabang kalau itu memang dari cabang maupun dari pusat itu 5%, kalau tidak salah kemudian 5,5% untuk pemegang saham dari BPD yang diduga, diduga ya ini ada dari pemerintah daerah kabupaten atau kota, ada juga yang diterima oleh pemegang saham pengendali dengan inisial GP, itu yang dilaporkan oleh saya," pungkas Sugeng. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved