Kejaksaan Agung membantah melakukan tindak maladministrasi dalam pelaksanaan eksekusi mati terhadap Humprey Ejike Jefferson, warga negara Nigeria. Kejagung selalu mentaati ketentuan hukum yang berlaku dalam pelaksanaan eksekusi mati.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Muhammad Rum menanggapi pemberitaan yang menyebut ada malaadministrasi dalam eksekusi mati terhadap Humprey.
“Terlepas dari rekomendasi Ombudsman, Kejaksaan selaku eksekutor sudah memberikan hak hukum kepada terpidana dan eksekusi itu dilaksanakan sesuai dengan hukum acara dan ketentuan-ketentuan yang berlaku," kata Rum, Jumat (28/07).
Sebelumnya, Ombudsman RI menilai pelaksanaan hukuman mati terhadap Humprey tergolong tindakan maladministrasi. Komisioner Ombudsman Ninik Rahayu mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan, eksekusi mati terhadap Humprey seharusnya ditunda karena yang bersangkutan sedang mengajukan grasi. Hal ini diatur dalam Pasal 13 UU Nomor 22 Tahun 2002 tentang Grasi.
"Di mana disebutkan bahwa eksekusi tidak dapat dilakukan sebelum keputusan presiden tentang grasi," kata Ninik di kantor Ombudsman di Kuningan, Jakarta, Jumat (28/07).
Dikatakan Ninik lebih jauh, Humprey juga sempat mengajukan permohonan peninjauan kembali (PK) kedua atas kasusnya. Namun, PK tersebut tidak diteruskan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ke Mahkamah Agung (MA). Hal tersebut berbeda dengan pelakuan terhadap dua terpidana mati lainnya, Eugene Ape dan Zulfiqar Ali, di mana PK kedua mereka ditindaklanjuti.
“Berkas perkara PK kedua Eugene Ape dan Zulfiqar Ali diteruskan PN Jakarta Pusat, tapi tidak demikian pengajuan yang dilakukan kuasa hukum Humprey. Ini menunjukan perlakuan diskriminasi," ujar Ninik.
© Copyright 2024, All Rights Reserved