Sejarah akan menguji pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada suatu ketika Presiden Yudhoyono yang pernah mengatakan, pengungkapkan kasus pembunuhan Munir, aktivis hak asasi manusia sebagai ujian apakah sejarah sudah benar-benar berubah atau belum.
Kini, ternyata kasus itu belum terungkap. Putusan Mahkamah Agung yang menyatakan Pollycarpus Budihari Priyanto tidak terbukti ikut membunuh Munir semakin membuat pembunuhan atas diri aktivis hak azasi manusia ini menjadi misteri. Pilot Garuda itu hanya dinyatakan terbukti menggunakan surat palsu dan dihukum selama dua tahun. Dengan demikian, kini tidak ada satu pun orang yang diduga terkait dengan pembunuhan ini terjerat hukum.
Sidang majelis hakim agung itu sendiri berlangsung pada Selasa (3/10), tetapi baru diketahui pers hari Rabu. Ketua MA Bagir Manan yang ditanya pers di Istana Negara, Rabu, mengaku belum tahu putusan itu. "Sidangnya berlangsung lama," kata Artidjo Alkostar, hakim anggota majelis, kepada pers di Gedung MA. Dua hakim agung lainnya adalah Atja Sondjaja dan Iskandar Kamil (Ketua).
Putusan majelis itu sendiri tidak bulat. Artidjo menyampaikan pendapat berbeda. Ia menyatakan, Pollycarpus terbukti ikut berencana membunuh Munir dan menggunakan surat palsu. Artidjo sependapat dengan jaksa penuntut umum dan menghukum Pollycarpus hukuman seumur hidup. Namun, dua hakim punya pendapat berbeda sehingga Artidjo kalah suara.
"Dakwaan pertama tidak terbukti karena memang tidak ada alat bukti. Tidak ada saksi. Menurut undang-undang, saksi itu kan harus mengalami sendiri, mengetahui sendiri, melihat sendiri, mendengar sendiri (Pollycarpus memasukkan racun). Tidak ada yang memenuhi unsur itu," ujar Iskandar.
Menurut Iskandar, Pollycarpus hanya terbukti menggunakan surat palsu yang dipakai Pollycarpus ke Singapura. Ditanya tentang motivasi Pollycarpus menggunakan surat, Iskandar mengatakan, "Kita tidak tahu. Motivasi bisa macam-macam, segala motivasi bisa. Kita hanya melihat dia menggunakan surat yang bertanggal mundur," katanya.
Artidjo menggunakan pola pikir aposteriori dalam menganalisis pembunuhan Munir. Metode aposteriori adalah metode berpikir yang bertitik dari akibat kemudian dicari petunjuk. Dalam kasus ini, kata Artidjo, ada kematian Munir dan ada petunjuk. Misalnya, sebelum berangkat, Munir pernah ditelepon seseorang, lalu ada seseorang yang ikut ke pesawat meskipun tidak sedang bertugas, kemudian menawari pertukaran tempat duduk. "Meski tidak ada yang melihat langsung, tetapi ada petunjuk yang jelas," demikian argumen Artidjo.
[Kecewa]
Keluarnya putusan ditanggapi dengan nada kecewa oleh istri Munir, Suciwati. Baginya, putusan ini membuktikan bahwa pemerintah bersikap setengah hati dalam menuntaskan penyelesaian kematian Munir.
Meski kecewa, Suciwati menyatakan tak akan pernah mundur dan berhenti mencari keadilan. "Jangan berharap putusan ini akan mematahkan semangat kami. Kami tidak akan pernah berhenti," kata Suciwati.
Sementara itu, Koordinator Kontras, Usman Hamid menilai putusan ini menunjukkan ketidakberdayaan negara untuk mengungkap aktor konspirasi dari pembunuhan Munir. Yang pasti, ini juga menunjukkan bahwa pelaku adalah orang yang sangat kuat yang sampai saat ini tidak bisa disentuh hukum.
Usman menegaskan, putusan MA ini merupakan tanda bahwa proses revitalisasi Tim Penyidik Kasus Munir yang pernah disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi mutlak untuk segera diwujudkan. Tidak hanya itu, revitalisasi ini pun harus diibarengi dengan dukungan politik yang serius, dan kewenangan yang lebih dari Tim Penyidik itu sendiri. "Jangan seperti TPF (Tim Pencari Fakta) yang tidak memiliki kewenangan untuk menembus hambatan-hambatan politik di tubuh BIN (Badan Intelijen Negara)," ujar Usman.
[Revitalisasi]
Menanggapi vonis tersebut, Juru Bicara Presiden Andi Mallarangeng mengatakan, Presiden Yudhoyono telah menginstruksikan Kepala Kepolisian Jenderal (Pol) Sutanto untuk merevitalisasi tim kepolisian agar dapat mengungkap tuntas kematian aktivis hak asasi manusia almarhum Munir beberapa waktu yang lalu.
Menurut Andi, dari awal Presiden Yudhoyono sudah berkomitmen untuk mengungkapkan kasus tersebut. "Meskipun belum membaca rinci perkembangannya, tentu Presiden ingin agar kinerja kepolisian dalam kasus ini bisa diperbaiki dan ditingkatkan lagi," uj Andi, yang menambahkan instruksi Presiden disampaikan dengan menelepon Kepala Polri.
Ditanya bagaimana sikap Presiden dengan putusan MA, sehingga pelaku pembunuhan Munir menjadi misteri, "Justru itulah yang diminta Presiden supaya tidak terjadi misteri."
Kapolri Jenderal Sutanto menegaskan, Polri akan mencari dengan sekuat tenaga pelaku pembunuhan pembunuhan aktivis hak asasi manusia Munir setelah Mahkamah Agung menyatakan Pollycarpus tidak terbukti terlibat dalam pembunuhan itu.
Untuk mengungkap misteri dan mencari pelaku pembunuhan Munir, Polri telah membentuk tim baru dengan menambah penyidik yang berkualitas, dengan kerja sama dengan Pemerintah Belanda untuk mendapat informasi yang lebih lengkap. "Tim baru akan menjadi bagian dari revitalisasi seperti ditugaskan Presiden. Tim akan mengembangkan informasi baru yang nanti kita peroleh," ujarnya.
Untuk pengungkapan misteri dan mencari pembunuh Munir, Sutanto mengemukakan kelemahan aparat kepolisian yaitu karena tempat kejadian perkara (TKP) Munir di dalam pesawat Garuda Indonesia. Padahal menurutnya, TKP sangat penting sekali untuk mengungkap sebuah kasus. Sutanto memberi contoh kasus pengungkapan pelaku bom di Bali dan Jakarta sukses karena olah TKP yang baik. "Kelemahan kita di situ (TKP)," ujarnya.
Mengenai keinginan Presiden agar kasus Munir dapat menjadi ujian bagi sejarah Indonesia sudah berubah atau belum dari sejumlah misteri, Sutanto mengemukakan, "Siapa pun tentu ingin ini terungkap. Penyidiknya ingin ini bisa terungkap. Kita bekerja setengah mati karena tingkat kesulitannya tinggi."
© Copyright 2024, All Rights Reserved