Terdakwa Kombes (Pol) Drs. Irman Santosa, Mantan Kanit II Keuangan, Perbankan dan Pencucian Uang Direktorat Ekonomi Khusus Bareskrim Mabes Polri mengakui penggunaan dana dari travel cek senilai total Rp250 juta dari Direktur Kepatuhan BNI, M. Arsjad.
“Dana itu digunakan untuk pengejaran tersangka ke Amerika Serikat dan Singapura, masing-masing dua dan lima penyidik,” kata Irman ketika diperiksa dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Yohannes E Binti di PN Jakarta Selatan, Selasa (29/5).
Dana itu, tambah Irman, merupakan hasil pemulihan (recovery) BNI dalam kasus BPD Bali pada BNI cabang Radio Dalam, Jakarta Selatan yang terjadi pada tahun 2002. Dan tidak ada kaitannya dengan penyidikan diskonto L/C fiktif PT Gramarindo Group pada BNI cabang Kebayoran Baru yang ditangani tahun 2003. “Itu hasil pembicaraan pimpinan waktu itu,” kata Irman.
Dalam pengakuannya, uang itu digunakan penyidik untuk memburu Adrian Waworuntu ketika masih jadi tersangka (sekarang terpidana seumur hidup-red) dan Maria Pauline Lumowa (kini masih buron-red) ke luar negeri. “Tidak ada uang dari dinas,” kata Irman ketika majelis menanyakan biaya operasional dari Bareskrim Mabes Polri.
Ketika ditanya lebih jauh apakah menjadi kelaziman dari penyidik Bareskrim dlam menerima uang dari pihak tertentu, Irman menolak menanggapi. “Kami tidak bisa menjawab,” katanya.
Mantan Kanit II Keuangan, Perbankan dan Pencucian Uang Bareskrim Mabes Polri ini didakwa memperkaya diri dengan menyalagunakan kewenangan selaku jabatannya seperti diatur dalam pasal 12 huruf b UU No20/2001 tentang Perubahan UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana dan pasal 11 UU No20/2001 tentang Perubahan UU No31/1999 jo pasal 65 ayat (1) KUHPidana.
Sedangkan tentang penerimaan uang Rp1,451 miliar hasil penjualan tanah ke rekening pribadinya, Irman membeberkan uang Rp1 miliar dari jumlah itu dikirim kembali ke BNI sebagai dana pemulihan. Sedangkan, Rp50 juta dan Rp76 juta belakangan diserahkan ke BNI dengan disaksikan Jeffrey Baso (mantan suami Maria Pauline, sekarang status tersangka).
“Sisanya sekitar Rp250 juta, saya laporkan ke Direktur (Direktur II Ekonomi Khusus Brigjen Pol Samuel Ismoko-red), dan saya serahkan dua kali, masing-masing Rp 100 juta dan Rp150 juta,” kata Irman memerinci.
Irman menjelaskan dana tersebut di antaranya digunakan saat pelaksanaan tarawih bersama Bareskrim Mabes Polri sebesar Rp25 juta. “Direktur tidak meminta, hanya mengatakan; `Kita mau ada acara ini`,” kata Irman mengutip pembicaraannya dengan Ismoko kala itu.
Pada persidangan itu, Irman mengaku tidak mengetahui perihal tiga amplop masing-masing senilai 10 ribu dolar AS oleh bawahannya, Siti Komalasari. “Saya selalu melapor pada atasan setiap menerima dana,” katanya.
Selain itu, Irman juga membantah pernah menerima uang 350 ribu dolar AS dari Dicky Iskandardinata (saat ini terdakwa dalam kasus korupsi dan pencucian uang-red) sebagai imbalan atas tidak mengungkap aliran dana pada PT Magna Agung (anak perusahaan PT Gramarindo) seperti yang dituduhkan Jaksa Penuntut Umum.
Tentang bukti copi dua kuitansi yang masing-masing bertuliskan untuk Bareskrim dan Trunojoyo I dari PT Broccolin International (perusahaan Dicky) untuk biaya administrasi kepolisian masing-masing sebesar Rp8,5 miliar dan Rp7 miliar, Irman mengaku tidak pernah melihatnya.
“Saya baru melihat dua kuitansi dengan nilai sama saat diperiksa penyidik,” kata pria yang memulai karirnya di Kepolisian sejak tahun 1975 itu. Ia mengaku tidak tahu ditujukan kepada atau diterima oleh siapa.
Majelis Hakim yang diketuai Yohannes E Binti memberikan kesempatan pada tim Penuntut Umum untuk menyiapkan surat tuntutan pidana terhadap terdakwa Irman untuk dibacakan pada sidang berikutnya, Selasa, 6 Juni.
© Copyright 2024, All Rights Reserved