Pemerintah kini telah memiliki cetak biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Cetak biru tersebut disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 yang ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Maret lalu. Perpres itu merupakan panduan dalam pengembangan logistik bagi para pemangku kepentingan terkait, serta koordinasi kebijakan pengembangan logistik nasional.
Pemerintah kini telah memiliki cetak biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Cetak biru tersebut disahkan melalui Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 yang ditanda tangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 5 Maret lalu. Perpres itu merupakan panduan dalam pengembangan logistik bagi para pemangku kepentingan terkait, serta koordinasi kebijakan pengembangan logistik nasional.
Seperti dikutip politikindonesia.com dari laman Sekretariat Kabinet, Selasa (13/03), cetak biru tersebut falam rangka pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagai salah satu prasarana dalam membangun daya saing nasional serta mendukung pelaksanaan Masterplan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025.
Cetak Biru itu berfungsi sebagai acuan bagi menteri, pimpinan lembaga non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam rangka penyusunan kebijakan dan rencana kerja yang terkait pengembangan Sistem Logistik Nasional di bidang masing-masing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan.
Dalam Perpres tersebut dinyatakan, Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional sebagaimana dimaksud tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari Peraturan Presiden ini, sebagaimana bunyi Pasal 1 Ayat 4 Perpres Nomor 26 Tahun 2012itu.
Pelaksanaan Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional dikoordinasikan oleh Komite Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (KP3EI) 2011 – 2025 yang dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden sebagai Ketua dan Wakil, serta Menko Perekonomian sebagai Ketua Harian.
Salah satu pertimbangan diterbitkannya acuan ini adalah karena tingginya biaya logistik nasional, yang mencapai 27 persen dari Produk Domestik Buto (PDB). Disamping itu, kualitas pelayanan masih belum memadainya yang ditandai oleh sejumlah indikasi.
Diantaranya, rendahnya tingkat penyediaan infrastruktur, masih adanya pungutan tidak resmi dan biaya transaksi yang menyebabkan biaya ekonomi tinggi, masih tingginya waktu pelayanan dan adanya hambatan operasional pelayanan di pelabuhan, masih terbatasanya kapasitas dan jaringan pelayanan penyedia jasa logistik nasional, dan masih terjadinya kelangkaan stok dan fluktuasi harga kebutuhan pokok masyarakat.
Pemerintah juga menilai buruknya kinerja logistik nasional sebagaimana hasil survei Indeks Kinerja Logistik (Logistic Performance Index), yang diselenggarakan Bank Dunia, dimana Indonesia berada di peringkat ke-75 dari 155 negara yang disurvei, dan berada di bawah kinerja Singapura (2), Malaysia (29), Thailand (35), bahkan Filipina (44), dan Vietnam (53).
Cetak biru ini bukan merupakan rencana induk tetapi lebih menekankan pada arah dan pola pengembangan Sistem Logistik Nasional pada tingkat makro, yang nantinya dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga setiap tahunnya. Oleh karena itu, Sistem Logistik Nasional diharapkan dapat berperan dalam mencapai sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, menunjang implementasi MP3EI, serta mewujudkan sasaran PDB perkapita sebesar 14.250-15.500 dollar AS pada tahun 2025.
© Copyright 2024, All Rights Reserved