Ketika quick-count hasil pemilu legislatif tanggal 9 April 2014 diumumkan dan menunjukkan bahwa tidak ada partai politik yang memperoleh suara cukup dominan untuk dapat mengajukan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) secara mandiri, maka kita telah membayangkan berbagai konsekuensi negatif yang mungkin terjadi.
Konsekuensi pertama telah nyata terlihat di depan mata, partai-partai saling menunggu dan saling menyandera dalam merangkai kerjasama (koalisi) untuk menghasilkan gabungan partai pengusung capres dan cawapres.
Akal sehat mengatakan bahwa setiap parpol pastilah ingin bergabung dengan partai yang mempunyai capres dengan peluang menang paling besar. Untuk itu, mereka berharap dapat diberi imbalan kursi cawapresnya, atau beberapa portfolio tertentu.
Sebaliknya partai yang menurut hasil survei dari lembaga-lembaga yang dapat dipercaya dengan nilai elektabilitas tinggi, memilih cawapresnya dengan sangat hati-hati, berkesan tidak tergesa-gesa walaupun tampaknya dibayangi oleh kekuatiran akan kehilangan kesempatan mendapat partner parpol untuk diajak bekerjasama.
Konsekuensi kedua akan terjadi saat Presiden dan Wakil Presiden terpilih menata pemerintahannya. Dengan modal kursi di DPR yang jauh dari dominan, Presiden terpilih akan mengalami masalah besar untuk mendapat dukungan mayoritas di parlemen. Akibatnya, kebijakan dan program-programnya bisa terancam tidak terealisasi dengan baik.
Sementara kebijakan bagi-bagi kursi kabinet seperti yang pernah dilakukan pada era pemerintahan sebelumnya, terbukti jauh dari efektif. Fraksi-fraksi oposisi maupun koalisi di DPR tetap saja memanfaatkan setiap peluang untuk menaikkan popularitas partainya sendiri daripada fokus mendukung program atau ide pemerintah, walaupun ide pemerintah itu juga berorientasi pada kepentingan rakyat.
Pemerintah mendatang sebaiknya menghindari keputusan yang mengakibatkan penentangan oleh fraksi di DPR sehingga tidak ada kontra-produktif bagi dirinya sendiri. Karena ia melawan pemerintah yang didukung oleh rakyat banyak.
Pemerintah mendatang harus mampu menunjukkan bahwa pemerintahannya benar-benar pemerintahan yang bersih dari segala macam bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme; serta program-program yang benar pro-rakyat. Dengan demikian fraksi-fraksi di DPR akan kehilangan popularitasnya bila menentang program tersebut.
Sebaliknya, bila pemerintah mendatang mengawali dengan noda kasus korupsi, kolusi dan nepotisme maka presiden mendatang akan jauh dari predikat pemerintahan yang kuat, dan dengan cepat akan kehilangan dukungan rakyat.
Kita harus mencatat bahwa pemilihan presiden (pilpres) 2014 ini dilingkupi kondisi masyarakat yang jauh lebih sadar hukum dan keukeuh dalam menuntut pemerintahan yang bersih.
Sekali lagi, untuk menjadi kuat, pemerintah mendatang tidak bisa mengandalkan besarnya perolehan kursi partainya di DPR. Karena perolehan kursi partai-partai politik pada pemilu kali ini relatif berimbang, tidak berbeda jauh satu dengan lainnya.
Sehingga yang dapat dilakukan yaitu dengan menunjukkan bahwa pemerintahannya bersih dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme serta berkinerja tinggi. Artinya kerjasama/koalisi yang akan terbentuk harus memungkinkan bagi partai yang bekerjasama untuk tidak tersandera dalam menentukan pejabat yang akan mengisi jabatan terkait. Juga bahwa pasangan capres-cawapres tidak tersandera oleh rekam jejak maupun hutang budi pada partai manapun. Apalagi tersandera oleh kewajiban melindungi.
Mudah-mudahan situasi hasil pemilu legislatif ini menjadi blessing in disguise dan momentum baik bagi bangsa indonesia ke depan, bahwa era merajalelanya korupsi, kolusi dan nepotisme itu sudah tidak lagi menjadi citra Indonesia di mata dunia. Citra mendatang, adalah terbangunnya Indonesia baru yang berkinerja tinggi serta bebas dari segala bentuk korupsi, kolusi dan nepotisme.
Kita sangat optimistis era itu akan terwujud dalam waktu yang tidak lama lagi. Mari kita doakan semoga demikian adanya, dan mari kita ucapkan selamat datang pemerintahan baru dan selamat datang era indonesia baru.
Jenderal TNI (Purn) Luhut B Pandjaitan
© Copyright 2024, All Rights Reserved