Tindakan Detasemen Khusus (Densus) 88 antiteror dalam menindak terduga teroris telah meresahkan masyarakat, terutama umat Islam. Densus 88 diduga telah melakukan pelanggaran HAM berat karena telah sengaja beberapa kali melakukan salah tangkap dan salah tembak yang mengakibatkan adanya korban nyawa dan luka-luka.
Demikian disampaikan Wakil Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Al Muzzammil Yusuf, dalam rilis yang diterima politikindonesia.com, Jumat (15/02). Kalangan DPR menilai Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) dan Mabes Polri telah mendiamkan tindakan Densus 88 dalam menindak terduga teroris dengan cara melanggar HAM.
“Sesuai UU No.2 Tahun 2002 tentang Polri dan Perpres No.46 Tahun 2010 tentang BPNT seharusnya kedua lembaga ini melakukan audit kinerja dan pengendalian terhadap kinerja Densus 88 di lapangan yang sudah diluar batas kemanusiaan,” ujar Muzzammil.
Sayangnya, publik tidak melihat adanya sanksi dan audit kinerja yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut. Publik memandang BNPT dan Mabes Polri cenderung membiarkan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh Densus 88. “Untuk itu kami dapat memahami jika ada sebagian masyarakat yang menghendaki Densus 88 dibubarkan,” tambahnya.
Muzzammil menerangkan Komisi III DPR berencana akan membentuk panitia kerja pengawasan Densus 88. “Tujuannya agar aspirasi dan kritik masyarakat terkait penanganan terorisme dapat ditangani oleh DPR dan direspon oleh Kapolri dan BNPT. Panja juga akan meminta agar kinerja penanggulangan terorisme dilakukan secara transparan dan akuntabel,” jelasnya.
Muzzammil menegaskan bahwa dirinya dan rekan-rekannya di Komisi III DPR mendukung pemberantasan terorisme di Indonesia yang dipimpin oleh BNPT. Namun, penanggulangan terorisme harus menjunjung tinggi asas praduga tidak bersalah dan tidak boleh melanggar Konstitusi dan hak asasi manusia.
“Kami tentu mendukung penanggulangan terorisme. Tetapi kami tidak berharap tindakan Densus 88 malah kontrapoduktif dan memicu kemarahan masyarakat,” tegasnya.
Sebagaimana pemberitaan sebelumnya, Wakil Ketua Komnas HAM, M Nukhoiron menjelaskan bahwa diduga Densus 88 telah melakukan penggaran HAM berat. Buktinya, di Makassar dan beberapa daerah lainnya ada penembakan, padahal korban sama sekali tidak menunjukkan perlawanan, ditembak di depan masjid.
Ia pun mengaku sedang menelusuri bukti lainnya. Ia juga menyimpan video yang merekam anak-anak seusia 17-an, disuruh telanjang oleh Densus 88, dan disuruh lari, kemudian di tembak dari belakang.
© Copyright 2024, All Rights Reserved