Politisi Partai Golkar, Chairun Nisa, merasa berat dengan tuntutan tuntutan 7 tahun 6 bulan penjara dalam perkara dugaan suap penanganan sengketa Pilkada Gunung Mas di Mahkamah Konstitusi. Nisa mengaku hanya berniat baik membantu Hambit Bintih dan tidak menerima suap. Ia juga mengungkit jasanya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan berharap hakim menjatuhkan vonis yang adil.
Hal itu disampaikan Chairun Nisa lewat pledoi (pembelaan) yang diberinya judul “Niat baik dan tulus ternyata tidak selamanya mendatangkan kebaikan. Nulung kepentung". Ia menganggap bantuannya ke Bupati Gunung Mas terpilih Hambit Bintih malah berbuah petaka menjadikannya pesakitan di kursi terdakwa.
“Saya harus membaca pledoi ini atas perkara yang menimpa saya dan keluarga, bermula dari niat membantu dan tulus, sebagai respons atas permintaan Pak Hambit Bintih yang sudah lama saya kenal untuk dikenalkan kepada bapak M Akil Mochtar ketua MK," ujar Nisa dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (06/03) sore.
Bantuannya untuk menghubungkan Hambit dengan Akil terkait Pilkada Gunung Mas tahun 2013. Pilkada yang dimenangkan Hambit itu digugat oleh sejumlah pihak ke MK.
“Menurut JPU, uang yang dialihkan dari Cornelis Nalau kepada saya padahal ditemukan dari yang bersangkutan, maka ketika JPU menuntut saya selama 7 tahun 6 bulan, subsider 500 juta, meledaklah tangisan anak saya di kamar ruang tunggu terdakwa. Tersayat rasanya melihat anak yang menangis," tutur Nisa.
Nisa mengaku kecewa dengan tuntutan jaksa yang dibuat tanpa mengabaikan keterangan saksi. “JPU mendalilkan itu adalah inisiatif saya, padahal kesaksian, Hambit Bintih, dia yang punya dan yang meminta uang datangnya dari Akil Mochtar," lanjutnya.
Politisi Partai Golkar itu juga mengungkit jasa-jasanya selama menjadi anggota DPR. “Tahun 1984, saya mengawali karir guru honorer di MTS Palangkaraya dan pada tahun yang sama saya diangkat sebagai PNS di Palangkaraya dan mengajar di UMP, STAIN Palangkaraya. Saya harus rela tidak mendapatkan gaji," kata Nisa.
Bahkan, lanjut Nisa, karena obsesinya memajukan pendidikan meskipun menjabat sebagai wakil rakyat dirinya tetap mengajar setiap hari Jumat dan Sabtu di Palangkaraya.
Ia menyatakan, mulai bergabung ke Partai Golkar pada tahun 1985. Selanjutnya, terpilih menjadi anggota DPR selama 3 periode, tahun 1997-2004, 2004-2009 dan 2009-2014.
“Selama 17 tahun mengabdi sebagai anggota dewan, saya tidak pernah niat korupsi. Ini adalah wujud riil untuk Indonesia dan Kalimantan Tengah. Empat periode dalam bidang pendidikan dan kesejahteraan sosial, saya perjuangkan UU Sisdiknas, UU guru, dosen dan perlindungan anak," ujar Nisa.
Nisa mengaku menyesal karena terlibat perkara ini. "Semoga hakim bisa memberikan hukum yang seadil-adilnya," ujar dia.
Dalam tuntutannya, Jaksa menyatakan Chairun Nisa terbukti melanggar pasal 12 huruf c UU 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dari UU no 20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU no 31 tahun 1999 jo Pasal 55 ayat 1 ke satu.
Chairun Nisa dinilai jaksa terbukti bersama-sama dengan Akil Mochtar menerima uang total Rp3,075 miliar. Uang ini diberikan Bupati Gunung Mas Hambit Bintih dan pengusaha Cornelis Nalau Antun terkait gugatan hasil Pilkada Gunung Mas agar MK menyatakan keputusan KPU sah.
© Copyright 2024, All Rights Reserved