Daging ayam merupakan alternatif pengganti daging sapi dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari. Apalagi harga daging sapi hingga saat ini masih mahal. Kandungan nutrisi protein daging ayam dan daging sapi tidak berbeda jauh. Bahkan, manfaatnya lebih banyak ayam.
Begitulah kata Ketua Himpunan Peternak Unggas Lokal, Ade M Zulkarnain dalam diskusi dengan Direktorat (Ditjen) Peternakan dan Kesehatan Hewan (PKH) Kementerian Pertanian (Kementan), di Kantor Kementan, Jakarta, Kamis (02/05).
Menurutnya, dalam pengobatan China, daging ayam sudah sejak lama sebagai obat tradisional. Di antaranya untuk meningkatkan nafsu makan, mengatasi diare dan mencegah anemia. Karena manfaatnya daging ayam lebih banyak dibanding daging sapi. Daging ayam juga memiliki kandungan asam amino esensialnya sehingga mampu menggantikan sel tubuh yang rusak
"Maka tak heran, kalau dalam. Swasemba daging nasional pada tahun 2012, daging unggas menghasilkan 1.818.000 ton atau hampir 40 persen lebih banyak dari daging sapi yang sebesar 505.000 ton," tegasnya.
Sementara Direktur Jenderal (Dirjen) PKH Kementan, Syukur Irwantoro menambahkan, selain itu, daging ayam juga mengandung asam amino tyrosine untuk meningkatkan kerja otak agar lebih mudah berkonsentrasi. Dalam 100 gram daging ayam mengandung 298 kkal energi, 18,2 protein, dan 25 gram lemak. Sehingga kemungkinan kolestrol lebih sedikit dibandingkan daging sapi.
Dijelaskan, kelebihan daging ayam yang terjadi pada tahun 2012 karena banyaknya pasokan dari peternak lokal. Sehingga tak perlu impor bibit dan bisa menghemat devisa negara. Kelebihan itu pun mampu mengubah pola konsumsi masyarakat yang biasa membeli daging sapi. Masyarakat menyukai daging ayam karena memiliki kelebihan citrarasa yang khas. Selain itu, dagig ayam juga memiliki harga premium sekitar Rp15.000 per kilogram.
"Harganya yang murah karena peternak sebagai pemegang kendali harga. Sayangnya, produk ini sangat rentan terhadap fluktuasi harga. Terkadang positif (harga naik) dan negatif (harga turun)," ucapnya pada kesempatan yang sama.
Ketika pasokan unggas berlebih, pihaknya memungkinkan membuka keran ekspor unggas. Namun, sejak kasus flu burung (avian influenza/AI) seluas, Indonesia tidak lagi mengekspor unggas khususnya ayam. "Namun, memang harus diyakinkan kembali ke negara-negara lain bahwa di Indonesia ada 8 provinsi yang terbebas dari AI. Di antaranya, Bangka Belitung, Maluku Utara, Gorontalo dan Kalimantan Barat," ucapnya.
Ditambahkan, untuk menetapkan harga patokan ayam perlu diskusi dengan berbagai pihak. Sebab, ayam harus ditetapkan terlebih dahulu sebagai pangan pokok seperti beras dan kedelai. Setelah itu baru Bulog bisa turun tangan.
"Untuk menghindari fluktuasi yang tajam kami sudah memfasilitasi diskusi antar asosiasi unggas untuk mencari solusi. Asosiasi ini bergabung dalam Federasi Masyarakat Perunggasan Indonesia untuk mencari solusi misalnya dengan mengurangi impor DOC (Day Old Chik/ anak ayam)," tukasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved