Badan Kehormatan (BK) DPRD Provinsi Lampung dalam rapat Senin (7/8) siang bersepakat memecat Nurhasanah kursi pimpinan dewan. Politisi asal PDIP ini dinilai telah melakukan berbagai tindakan yang melampaui kewenangannya. Ia juga dianggap membuat keputusan tanpa berkoordinasi dengan pimpinan dewan lainnya.
Hal itu diungkapkan Ketua Badan Kehormatan DPRD Lampung, Tony Eka Chandra dari FPG kepada pers, usai rapat BK, Senin (7/8).
Tony menyatakan, rapat Badan Kehormatan sepakat memberhentikan Nurhasanah dari pimpinan dewan, setelah dilakukan berbagai penyelidikan, klarifikasi dan verifikasi.
BK menilai tindakan Nurhasanah melanggar Kode Etik DPRD, serta dinilai tidak sejalan lagi dengan pimpinan dewan secara kolektif dan membuat kebijakan dan keputusan sendiri-sendiri.
Dalam kesimpulannya, BK menyatakan Nurhasanah telah bersikap tak disiplin, tidak adil, tidak responsif dan tidak profesional terkait persetujuan yang telah diberikan bagi anggota komisi yang melakukan perjalanan dinas.
Selain itu Nurhasanah juga melakukan kebijakan tidak prosedural sesuai mekanisme yang diatur dalam peraturan perundang-undangan serta peraturan tata tertib dewan dan kode etik DPRD Provinsi Lampung.
Menurut Tony, dampak pelanggaran yang dilakukan Nurhasanah, terganggunya pelaksanaan pembagian kerja ketua dan wakil-wakil ketua dewan selaku koordinator alat kelengkapan dewan sebagaimana ditetapkan dalam keputusan dewan No 71 tahun 2004.
Selain itu, pemecatan Nurhasanah sebagai dampak dari tidak terjaganya hubungan yang harmonis antarsesama anggota dewan karena menimbulkan persaingan tidak sehat, saling mencurigai dan nuansa diskriminasi di dalam pelaksanaan program kerja DPRD dan komisi-komisi. Khususnya dalam perjalanan dinas.
Persoalan lainnya adalah tidak berjalannya fungsi legislatif dan program kerja komisi-komisi, sehingga mengganggu irama kinerja DPRD. Timbul kesenjangan antaranggota DPRD terkait dinamika internal yang berkembang terkait fluktuasi hubungan kerja dengan pihak pemda.
Menurut penilaian BK DPRD, Nurhasanah sering mengatasnamakan lembaga DPRD untuk kepentingan pribadi dan kelompok melakukan perjalanan dinas ke Bali dan Batam, yang hal ini melampaui prinsip-prinsip kepantasan berdasarkan kode etik DPRD.
Bahkan perilaku Nurhasanah mengganggu terciptanya hubungan harmonis antarpimpinan dewan dalam melaksanakan tugas-tugas DPRD. Tindakan fatal, menurut Tony, adalah Nurhasanah memaksakan kehendak membahas RAPBD tahun anggaran 2006 meskipun tidak kuorum, cacat prosedur dan cacat hukum.
Salah satu rekomendasi BK, menurut Tony Eka Chandra, segera menggelar rapat pleno istimewa untuk melengserkan Nurhasanah dari pimpinan dewan, mempercepat pemberhentian dan penonaktifan Nurhasanah sebagai pimpinan dewan. Ini sesuai usulan 20 orang anggota dewan dalam mosinya pekan lalu yang meminta Nurhasanah dipecat dari pimpinan dewan.
Tony menegaskan, dalam rangka terciptanya harmonisasi antarpimpinan dewan, serta terjaganya tertib administrasi kelembagaan dewan, BK DPRD merekomendasikan kepada pimpinan dewan agar Nurhasanah tidak diperkenankan beraktifitas mengatasnamakan pimpinan dewan, sambil menunggu kepmendagri yang berkekuatan hukum tetap.
Sementara itu Wakil Ketua DPRD Nurhasanah secara terpisah menyatakan, tak menggubris hasil rapat BK DPRD. Keputusan itu tidak memiliki kekuatan hukum dan hanya mementingkan kelompok tertentu bukan kepentingan umum. Karena itu pihaknya siap melawan hasil keputusan Badan Kehormatan yang dinilainya parsial dan sektarianis.
Badan kehormatan, kata dia hanya mementingkan kelompok tertentu. Nurhasanah mengaku, hingga kini dirinya belum menerima surat dari BK yang didominasi anggota dewan pro SK 015 itu.
© Copyright 2024, All Rights Reserved