Tingginya biaya pasokan pangan atau logistik di Indonesia lebih mahal dibanding impor dari Darwin, Australia. Tingginya biaya pengiriman tersebut bukanlah persoalan baru dan selama ini selalu menjadi keluhan pelaku usaha. Pemerintah didesak untuk segera menekan biaya logistik tersebut.
Kata Menteri Pertanian Suswono, tingginya biaya pengiriman pangan memang sudah menjadi persoalan yang klasik. Itu terjadi karena kurangnya infrastruktur di sejumlah wilayah di Indonesia dan moda angkutan pangan yang tidak memadai. Akibatnya, pasokan pangan domestik lebih mahal dibanding impor.
“Pengiriman pangan yang didapatkan dari Nusa Tenggara Timur (NTT) memang lebih mahal dibanding pangan yang di impor dari Darwin. Itulah salah satu faktor produk pangan Indonesia tidak dapat bersaing dengan negara lain di pasar internasional," kata Suswono kepada politikindonesia.com, seusai menghadiri Chief Editor Meeting Refleksi 2012 dan Prospek 2013 Pembangunan Pertanian di Jakarta, Rabu (26/12).
Selain infrastruktur, lanjut Suswono, mahalnya biaya pengiriman juga disebabkan masih terhambatnya konektivitas antar pulau di Indonesia dan dunia. Di Indonesia, masih ada masyarakat yang belum menikmati dampak pembangunan, karena 60 persen penduduk miskin itu ada di Jawa. Selain itu, pemerataan di wilayah timur Indonesia juga terhambat. Sehingga harga kebutuhan pokok di Papua bisa mencapai 3 kali lipat dibandingkan di Jakarta. “Oleh karenanya, pembangunan infrastruktur menjadi suatu hal yang harus dilakukan pemerintah agar konektivitas antar pulau di Indonesia bisa lebih teratasi," imbuhnya.
Menurutnya, mahalnya biaya pengiriman pangan juga membuat harga pangan di Indonesia menjadi lebih mahal dari pangan Australia. Karena, pengangkutan dari Australia mempunyai kapal yang memadai sehingga biaya logistiknya bisa terus ditekan.
“Di NTT memang banyak produk pertanian yang murah, tapi untuk biaya pengiriman ke Jakarta bisa mencapai 4 hingga 5 kali lipat. Semua itu karena transportasi. Misalnya, pengiriman ternak dari NTT biaya angkutnya lebih mahal dari Darwin ke Indonesia," paparnya.
Dijelaskan, dalam sektor pertanian pengiriman logistik mengenai pengangkutan pangan memang menjadi sangat penting. Dengan adanya biaya pengiriman yang tinggi, sehingga Indonesia tidak kompetitif dengan negara lain. "Biaya jasa pengiriman barang sekarang mencapai 14 persen dari total biaya-biaya, padahal seharusnya hanya sekitar 5 persen. Ini yang membuat produk-produk kita kurang dapat bersaing karena tingginya biaya jasa pengiriman barang," ujarnya.
Ditambahkan, masalah pengakutan untuk ternak ini pihaknya meminta maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Merpati Nusantara Airlines (MNA) memberikan insentif dalam pengangkutan daging sapi di Indonesia. Insentif ini dinilai akan mampu menekan tingginya biaya logistik di Indonesia.
“Ternak dari NTT untuk menyuplai Jakarta itu ongkosnya mahal. Lebih mahal dari daging Australia. Karena kita belum memiliki angkutan khusus ternak seperti yang dimiliki Australia yang bisa mengangkut hingga 5000 ekor. Sementara, Indonesia hanya mampu mengangkut 100 ekor," ujar dia.
Selain meminta insentif, pihaknya juga menginginkan adanya RPH (rumah pemotongan hewan) modern di daerah. Sehingga daging sapi yang dikirim menjadi lebih mudah. "Pada tahun 2013 mendatang, kami juga minta RPH modern di NTT diangkut pesawat ada insentif, dan juga kapal-kapal yang memadai. Sehingga ada kesinambungan agar kendala transportasi tersebut bisa ditanggani," tegasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved