Dalam Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Tahun Anggaran 2013, Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi) memperkirakan Sisa Lebih Penggunaan Anggaran (Silpa) pada tahun 2013 akan mencapai Rp7,59 triliun. Penyerapan APBD DKI hanya terealisasi sebesar Rp38,29 triliun, atau sebesar 82,21 persen dari target penyerapan anggaran belanja daerah yang ditetapkan sebesar Rp46,57 triliun.
Staf Khusus Presiden, Andi Arief, Sabtu (26/04) mengatakan, bila diaudit oleh BPK, kemungkinan Silpa APBD DKI 2013 bisa meningkat di atas Rp11 triliun. Kegagalan penyerapan anggaran itu menjadi bukti Jokowi dan Wakil Gubernur, Basuki Purnama (Ahok), tidak mampu mengelola APBD dengan baik. Silpa inilah yang kemudian menimbulkan penambahan pada APBD 2014.
Selain itu, terdapat pula hibah Rp5 triliun untuk proyek MRT, ditambah lagi dengan hibah lain sebesar Rp2,386 triliun yang dipergunakan untuk transfer untuk Guru Sertifikasi dan Non Guru dan dana Bos.
Pendapatan hibah dari pemerintah pusat berbeda dengan pos pengeluaran dana hibah dan bansos DKI yang pada 2013 mencapai 3,7 triliun dan pasti lebih besar pada 2014. Konteksnya berbeda antara pendapatan hibah Rp5 triliun (untuk MRT) dengan pengeluaran hibah.
"Sayang sekali di website APBD DKI dan website Ahok belum ditampilkan. Kalau kemacetan, banjir dan kemiskinan dengan gampang Jokowi bilang itu penyebabnya pemerintah pusat, maka kini juru selamat yang menutupi ketidakmampuan bekerja Jokowi-Ahok sebenarnya adalah pemerintah pusat yang karena kebijakannya memberi hibah," kritiknya.
Andi juga mengkritik sikap Ahok yang mulai memplesetkan seolah-olah hibah itu adalah CSR, bantuan truk sampah dan lainnya dari pengusaha dan BUMN, yang jumlahnya sedikit tapi di-ekspose besar.
Andi menyindir, ditemukannya 18 ribu mata anggaran ganda dan mark up pembelian TransJakarta menjadi cara pintas membelanjakan APBD yang mendadak besar, saat di tahun sebelumnya tidak mampu membelanjakannya.
Pada tahun 2014 ini, APBD DKI sudah ditetapkan adalah Rp72 triliun. Jumlah ini bertambah sangat besar, mencapai Rp21,9 triliun, dari jumlah APBD Perubahan DKI 2013 sebesar Rp50,1 triliun. Atau, mengalami kenaikan sebanyak 43,7 persen.
Data itu tidak imbang jika melihat (LKPJ 2013 Gubernur DKI Jakarta yang menyatakan, realisasi rencana pendapatan asli daerah (PAD) yang ditargetkan sebesar Rp40,79 triliun, ternyata tidak tercapai. Hingga akhir tahun 2013, realisasi pendapatan daerah hanya tercapai sebesar Rp39,50 triliun. Atau hanya sebesar 96,83 persen dari target yang telah ditetapkan.
Fakta ini tentu berbeda dengan rencana Ahok untuk meningkatkan PAD, yang menurut dia minimal bisa Rp40 triliun untuk tahun 2013, berbekal mekanisme pembayaran pajak online. Fakta ini juga membuktikan bahwa janji Jokowi akan serapan anggaran 97 persen tidak tercapai.
"Tapi saat bus ketemu karatnya dan kongkalikong libatkan Timses dan kawan baik Jokowi, reaksinya berbeda. Lucunya, Ahok mengancam tak akan lakukan pembayaran bus (hanya DP). Padahal Jokowi dan Kepala Dinas Perhubungan sudah melunasinya tahun 2013," urai Andi.
PDIP dan Gerindra serta Jokowi-Ahok bangga karena APBD 2014 bisa ditingkatkan menjadi Rp71 triliun. Bahkan jadi dagangan kampanye. Memang, bila dibandingkan dengan APBD-P 2013 Rp50,2 triliun maka terdapat kenaikan sebesar 35 persen.
Peningkatan APBD ini juga yang hipnotis rakyat sehingga Jokowi dianggap separuh dewa. Tapi, pertanyannya apa mungkin blusukan dan sikap emosional adalah rumus baru peningkatan APBD?
"Senyawa baru Jokohok menghasilkan teori baru atau tipu daya baru? Pemda yang target pendapatan dan penyerapan anggaran rendah, tetapi menghasilkan APBD tahun berikutnya naik 35 persen. Apa karena revolusi mental negativisme-positivisme yang juga kita sebut revolusi korsleting arus pendek?" ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved