Operasi pembebasan dinyatakan berakhir pada Kamis (10/05) pukul 07.15 WIB oleh Komjen Syafruddin. Ia memimpin langsung penanganan peristiwa di Mako Brimob tersebut.
Peristiwa yang mengejutkan masyarakat Indonesia ini, mula terjadi pada Selasa (08/05) sore. Disebutkan, kejadian berawal dari ulah narapidana teroris yang memprotes soal makanan yang dikirimkan keluarganya. Napi yang kesal itu kemudian mengajak temannya untuk ikut protes.
Kekacauan menjalar ke tiga blok khusus napi teroris di Mako Brimob tersebut. Mereka berhasil menjebol jeruji penjara dan menyandera sejumlah polisi yang bertugas.
Mereka merampas senjata polisi. Merebut kembali senjata dan bom rakitan hasil sitaan Densus 88 dan sempat pula membuat merakit bom baru.
Wakapolri menyebut, seluruh tahanan di tiga blok itu, yang berjumlah 156 orang melakukan penyanderaan terhadap 9 anggota Polri. Ada sekitar 40 teroris yang disebut menjadi provokator. Polisi menyebut mereka berasal dari aliran keras.
Ditengah penyanderaan, 5 orang polisi gugur. Mereka sempat mengalami siksaan dari pihak penyandera. Mayoritas mengalami luka akibat senjata tajam di leher. “Luka itu sangat dalam," ujar Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen M Iqbal di Mako Brimob, Rabu (09/05) malam.
Syafruddin menyatakan Polri tetap berkepala dingin meski 5 rekannya dibunuh dengan keji. “Polri menangani sepersuasif mungkin dan berkepala dingin. Saya menekankan ke tim untuk berkepala dingin meski temannya jadi korban pembunuhan," ujar Syafruddin.
Ratusan polisi diterjunkan dalam proses penanggulangan teroris ini. Lingkungan sekitar Mako Brimob pun diamankan. Jalanan ditutup dengan pagar berduri.
Dijelaskan, ada dua jenis penanganan yang dilakukan polisi dalam penanganan penyanderaan di Mako Brimob. Pendekatan lunak dilakukan untuk 145 napi teroris yang kemudian menyerah tanpa syarat. Polisi pun mengancam akan mleakuan serangan, jika 10 napi yang tersisa tetap melawan.
Saat fajar menyingsing, pasukan pun diturunkan melakukan serangan. Ke-10 napi yang tersisa itu pun akhirnya menyerah di tangan polisi.
“Seluruh tahanan yang telah menyerahkan diri sudah diambil langkah-langkah untuk pemindahan tahanan," kata Syafruddin.
Mereka dipindahkan ke Lapas Pasir Putih di Pulau Nusa Kambangan. "Dipindahkan ke Nusakambangan. Sedang dalam perjalanan, seluruhnya," ujar Wakapolri.
Dalam peristiwa ini, seorang polisi berpangkat Bripka, Iwan Sarjana berhasil dibebaskan setelah 29 jam disandera. Ia langsung dilarikan ke RS Polri Kramat Jati, karena mengalami sejumlah luka. Sementara itu 5 anggota polisi yang disandera, meninggal dunia.
Mereka adaah Iptu Luar Biasa Anumerta Yudi Rospuji Siswanto, Aipda Luar Biasa Anumerta Denny Setiadi, Brigadir Luar Biasa Anumerta Fandy Setyo Nugroho, Briptu Luar Biasa Anumerta Syukron Fadhli dan Briptu Luar Biasa Anumerta Wahyu Catur Pamungkas.
Adapun dari pihak teroris yang meninggal dunia bernama Abu Ibrahim alias Beny Syamsu.
“Jajaran Polri minta maaf kepada keluarga korban anggota Polri yang gugur sebanyak lima orang dan yang luka-luka 4 orang karena institusi Polri tidak sempat menyelamatkan,” ujar Wakapolri.
Ia mengatakan, walaupun segala upaya dan tenaga dan pikiran, saya pimpin sendiri upaya mulai dari persuasi dengan memperhatikan segala hal – karena Polri selalu disoroti masalah HAM, tapi Polri tidak berhasil menyelamatkan nyawanya, “Polri minta maaf ke keluarga korban, anak istri, dan orang tua,” katanya.
Kepada media, Wakapolri menyatakan Polri tidak melarang atau menyembunyikan kejadian ini. Media tidak diizinkan masuk ke dalam Mako Brimob karena ada senjata yang dirampas para penyandera.
““Ada yang jarak tembaknya 500-800 meter, bisa menjangkau ke dalam, sehingga rekan diarahkan ke ruangan ini (media center),” ungkap Syafruddin.
© Copyright 2024, All Rights Reserved