Setelah sempat berkelit, Kementerian Pertanian (Kementan), akhirnya mengakui awal tahun 2018 ini akan ada impor beras khusus sebanyak 500 ribu ton dari Thailand dan Vietnam. Sebelumnya, Kementan tegas menyatakan jika stok beras mencukupi dan surplus sehingga tak perlu impor.
“Impor beras sebanyak 500 ribu ton itu adalah bentuk cinta pemerintah kepada masyarakat. Keputusan untuk mengimpor adalah bersifat sementara. Pemerintah tidak ingin harga di masyarakat tinggi dan petani juga tidak dirugikan. Kami pun akan melakukan yang terbaik dan akan menyelesaikan masalah pangan satu per satu,” kata Menteri Pertanian, Amran Sulaiman kepada politikindonesia.com usai membuka Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Pertanian Tahun 2018, di Jakarta, Senin (15/01).
Menurutnya, impor beras kali ini tidak akan menganggu petani karena ada harga pembelian pemerintah (HPP). Sehingga petani tetap terlindungi. Selain itu, jumlah impor beras khusus kali ini jumlahnya tidak signifikan karena proporsinya hanya mencakup sebagian kecil konsumsi beras nasional, yakni hanya untuk mengisi pasokan satu minggu. Sedangkan, kebutuhan rata-rata konsumsi beras per bulan tercatat 2,5 juta ton.
“Jadi, impor beras khusus itu hanya untuk mengisi kebutuhan konsumsi selama satu minggu saja. Sehingga impor ini adalah murni untuk mengamankan cadangan beras. Apalagi, beras yang diimpor adalah beras khusus, beras yang tidak ditanam di Indonesia dan seharusnya tidak ada masalah,” terangnya.
Namun dukungan Amran terhadap impor saat ini, berbeda dibandingkan komentarnya beberapa waktu lalu. Bahkan tetap bersikeras, Indonesia tidak akan impor. Pada waktu itu, Amran mengklaim, Indonesia saat ini sudah bisa swasembada 4 komoditas pangan. Yaitu beras, bawang merah, jagung dan cabai. Sehingga untuk saat ini, Indonesia tak lagi memerlukan impor pangan tersebut dari negara lain karena surplus. Apalagi, tahun 2016 dan 2017 tidak ada impor beras medium. Hal itu merupakan swasembada.
“Surplus yang dimaksud adalah karena saat ini Indonesia telah melakukan swasembada beras sehingga sampai dengan 2017 pemerintah sepakat untuk tidak ada impor. Bahkan hingga saat ini masih ada beras di pasaran, itu adalah produksi 2017. Apalagi bulan Februari sudah ada panen besar-besaran sehingga produksi akan melimpah dan stok beras dipastikan aman,” ungkapnya.
Diakui, tahun 2016 dan 2017 tidak ada impor beras medium. Padahal, waktu itu diterpa El Nino. Apalagi, padi merupakan tanaman semusim, satu kali panen bisa 3 kali sebulan, harus dijaga dalam setahun. Selain itu, Indonesia juga tidak mengimpor jagung, padahal sebelumnya Indonesia mengimpor 3,6 juta ton jagung dengan Rp12 triliun. Pada saat itu, Indonesia juga tidak mengimpor bawang merah, justru mengekspor ke 6 negara.
“Ini sebetulnya sejarah baru bagi Indonesia. Ada beberapa negara yang tanya apa yang dilakukan Indonesia sehingga impor jagung dan bawang merah dapat dihentikan dengan cepat. Saya bilang, yang dilakukan hanya kerja, kerja, kerja. Hasilnya pun bisa membanggakan. Karena selama 2 tahun, kita tidak impor,” tegasnya.
Dijelaskan, pihaknya sebetulnya telah berupaya meningkatkan produksi beras dan tidak melakukan impor beras dalam lagi. Jika melihat panen raya pada bulan Februari mendatang secara nasional akan mengalami surplus beras. Dari data Kementan, produksi beras Februari nanti akan menyentuh 5,43 juta ton dengan konsumsi mencapai 2,5 juta ton. Sehingga, Indonesia diperkirakan akan mengalami surplus hingga 2,93 juta ton pada periode tersebut.
“Kami pun berharap ada peningkatan produksi beras nasional saat Indonesia memasuki masa puncak panen padi pada Februari 2018. Karena Oktober 2017, musim hujan. Kalau umur padi tiga bulan, Januari berarti panen sehingga di Februari masuk panen puncak. Kondisi cuaca tersebut sama dengan yang terjadi pada awal 2017. Karena cuaca di Indonesia baru normal dalam dua tahun terakhir, mengingat sebelumnya terjadi fenomena El Nino dan La Nina,” pungkas Amran.
© Copyright 2024, All Rights Reserved