Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menandatangani 5 perjanjian jual beli minyak dan gas bumi pada Rabu (26/12). Kelima kontrak tersebut diprediksi mampu menghasilkan pendapatan negara hingga Rp59 triliun.
“Perkiraan pendapatan negara dari kesepakatan ini mencapai US$6,12 miliar (setara Rp59 triliun) ,” kata Menteri ESDM Jero Wacik kepada pers, di kantor Kementerian ESDM, Rabu (26/12).
Penandatangan terdiri dari satu head of agreement (HoA) gas alam cair (liquified natural gas/LNG) antara Perusahaan Listrik Negara (PLN) dengan BP Berau Ltd, 2 perpanjangan perjanjian jual beli (sales purchase agreement/SPA) elpiji (liquified petroleum gas/LPG) antara Pertamina dengan kontraktor kontrak kerja sama di Jabung, Jambi dan Kepala Burung, Papua Barat.
Sedangkan perjanjian lainnya yaitu perjanjian jual beli gas bumi dari Pertamina EP ke Pembangkit Jawa-Bali untuk keperluan pembangkit listrik Muara Tawar, serta amandemen penjualan produksi minyak bumi dari blok Cepu ke Pertamina untuk pemenuhan kilang domestik.
Kata Jero, selain pendapatan negara, kesepakatan pengiriman LNG dari BP dan tambahan gas bumi dari Pertamina akan menghemat pengeluaran PLN. “Diperkirakan penghematan sebesar US$17,88 miliar karena mengganti solar ke gas,” jelas Jero Wacik.
Menteri ESDM mengatakan, penandatanganan ini menunjukkan komitmen pemerintah memprioritaskan kebutuhan minyak dan gas bumi untuk domestik. Ia mencontohkan, kesepakatan antara BP dengan PLN untuk memasok LNG melalui fasilitas penampungan dan regasifikasi terapung (floating storage and regasification unit/FSRU) Jawa Barat sebesar 23,96 juta metrik ton mulai 2013 selama 20 tahun.
Kesepakatan tersebut diharapkan dapat memenuhi kebutuhan gas untuk listrik Jawa dan Sumatera, sekaligus mengurangi beban subsidi listrik pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). “Mulai 2013 dikirim 2 kargo dan akan meningkat hingga 24 kargo pada 2019,” katanya.
Begitu pula dengan perpanjangan jual beli elpiji yang bertujuan mendukung program konversi minyak tanah ke elpiji. Salah satu kontrak diperuntukkan guna memenuhi kebutuhan elpiji di wilayah Sorong, Papua.
Sejak 2008, produksi LPG dialokasikan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. “Saat ini, seluruh produksi LPG dari kegiatan hulu migas memenuhi 50 persen kebutuhan LPG domestik,” katanya.
Lebih jauh Jero mengatakan, dari lifting minyak pada 2012, sebesar 65 persen diperuntukkan untuk memenuhi kebutuhan domestik. Sejak 2006, pasokan gas untuk domestik juga jadi prioritas. Dalam 8 tahun terakhir, penyaluran gas bumi domestik meningkat 250 persen. “Sebanyak 46 persen alokasi gas domestik untuk memenuhi kebutuhan di sektor kelistrikan,” ujar dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved