Mingguan Jerman, Der Spiegel, dalam pemberitaannya Minggu (19/04), mengungkapkan, seorang mantan perwira intelijen dari masa mendiang diktator Irak, Saddam Hussein, menjadi "kepala strategi" di belakang kelompok Negara Islam atau ISIS. Perwira itu pula yang menyusun cetak biru bagi kelompok militan tersebut dalam mencaplok Suriah utara.
Menurut Der Spiegel, mantan Kolonel Samir Abd Mohammed al-Khalifa, yang lebih dikenal sebagai Haji Bakr dan dibunuh oleh pemberontak Suriah pada Januari 2014, telah secara diam-diam mengendalikan ISIS selama bertahun-tahun.
Der Spiegel mengatakan, pihaknya telah diberi akses eksklusif ke 31 dokumen milik Bakr, termasuk sejumlah daftar dan bagan tulisan tangan, setelah sebuah negosiasi panjang dengan kelompok pemberontak di Aleppo, Suriah utara. Kelompok pemberontak di Aleppo tersebut telah menjadi pemilik dokumen-dokumen itu setelah ISIS melarikan diri dari daerah tersebut.
“Harta karun tersebut tidak lebih dari sebuah cetak biru bagi sebuah pencaplokan. Dokumen-dokumen itu merinci penciptaan khalifah di Suriah utara, lengkap dengan petunjuk yang teliti bagi kegiatan spionase, pembunuhan dan penculikan,” sebut Der Spiegel.
Majalah tersebut mengatakan, Bakr telah menderita dan jadi pengangguran menyusul keputusan AS membubarkan tentara Irak tahun 2003. Dari tahun 2006 hingga 2008 dia ditahan di Kamp Bucca dan penjara Abu Ghraib yang dikelola militer AS. Dalam tahun-tahun berikutnya, pengaruhnya berkembang di kalangan mujahidin.
Tahun 2010, Bakr dan sekelompok mantan perwira intelijen Irak lainnya menempatkan ulama Abu Bakar al-Baghdadi menjadi kepala kelompok Negara Islam. Langkah tersebut dilaporkan telah dirancang untuk memberikan dimensi religius pada kelompok itu.
Majalah itu mengutip seorang wartawan Irak yang mengatakan, perwira karir itu sendiri pada dasarnya merupakan seorang nasionalis, bukan berhaluan Islam.
Kelompok ISIS, terkenal karena kekejamannya yang brutal yang antara lain mencakup perkosaan, penyiksaan dan pemenggalan, menyatakan diri sebagai sebuah kekhalifahan pada Juni 2014. Wilayah yang dikendalikannya saat itu terbentang di sebagian besar Irak dan Suriah.
Sebelumnya, Harian Washington Post juga melaporkan, para bekas perwira dari zaman Sadam Hussein berperan besar di belakang ISIS. Merekalah yang sesungguhnya berkuasa di belakang ISIS. Sementara para petempur asing yang datang dari berbagai negara, termasuk dari Eropa dan Indonesia, hanyalah para petempur di garis depan.
© Copyright 2024, All Rights Reserved