Beda sikap yang ditunjukkan Walikota Bogor Bima Arya dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama. Meski sama-sama menolak usulan pemilihan kepala daerah yang diusung partainya di DPR, Bima tidak sampai memutuskan untuk keluar dari Partai Amanat Nasional (PAN).
Bima menyebut perbedaan pendapat dalam sebuah partai politik adalah biasa. Bila setiap kali berbeda pendapat, seorang kader keluar, maka parpol menjadi tidak sehat.
“Kita harus terbiasa mengelola perbedaan. Parpol harus terus dibangun. Right or wrong is my party. We are proud when it is right. When it is wrong, make it right. Saya ikut mendirikan PAN tahun 1998 di Bandung. Sekali matahari, tetap matahari," tegas Bima, Rabu (10/09).
Dalam beberapa kesempatan, Bima sudah menyuarakan pendapatnya yang menolak wacana Pilkada lewat DPRD. Dia menyebut, bila itu dijalankan, maka orang seperti dirinya tak akan terpilih. Selain itu, Pilkada melalui DPRD adalah sebuah kemunduran. Partisipasi rakyat dalam demokrasi menjadi terkekang.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahja Purnama juga berpendapat sama soal RUU Pilkada. Bedanya, pria yang akrab disapa Ahok itu memutuskan untuk keluar dari Partai Gerindra yang mengusungnya dalam Pilgub lalu.
Hari ini, Rabu (10/09), Ahok resmi mengirimkan surat pengunduran diri ke DPP Gerindra. Ahok menyebutkan alasannya karena dia menganggap arah dan putusan Partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan nuraninya. Pasalnya, Gerindra menjadi lokomotif yang mengusung ide pemilihan Kepala Daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang RUU Pilkada di DPR. “Karena bagi saya partai Gerindra sudah tidak sesuai dengan perjuangan saya untuk memberikan rakyat sebuah pilihan terbaik,” ujar Ahok.
© Copyright 2024, All Rights Reserved