Gempa berkekuatan 6,8 skala richter yang kemudian diikuti gelombang Tsunami melanda wilayah pantai selatan Jawa Tengah dan Jawa Barat pada Senin (17/7) sore menimbulkan kepanikan masyarakat. Ribuan masyarakat di wilayah itu melakukan pengungsian.
Tsunami melanda pantai selatan Jawa Tengah dan Jawa Barat terjadi 1,5 jam setelah gempa pada pukul 15.10 WIB. Gelombang tsunami dengan tinggi lima sampai 10 meter, menyapu wilayah pantai sejauh 400 sampai 500 meter.
Kepanikan warga yang trauma membayangkan gelombang tsunami di daerah bencana seperti Aceh, membuat mereka mengungsi meninggalkan rumah dan harta benda. Diperkirakan puluhan ribu pengungsi dari wilayah pantai Kabupaten Cilacap hingga Kabupaten Kebumen bergerak serentak.
Para pengungsi hampir tidak membawa apa-apa kecuali pakaian di badan. Mereka meninggalkan kampung halaman menggunakan kendaraan seadanya. Ada yang menggunakan sepeda, becak, gerobak, kendaraan bermotor, bahkan ada juga yang menggunakan alat untuk membajak di sawah.
Mereka mengungsi hingga ke Purwokerto yang jaraknya cukup jauh dari tepi pantai. Akibatnya terjadi kemacetan di sepanjang jalan antara Kabumen dan Cilacap.
Gelombang tsunami yang melanda pantai selatan Jawa Tengah, dan Jawa Barat, juga muncul di kawasan pantai DI Yogyakarta, di antaranya pantai Parangtritis, Bantul serta Pantai Drini, dan Baron di Gunung Kidul, dan Pantai Glagah Kulon Progo, DI Yogyakarta.
Di Pantai Parangtritis, gelombang menyapu kawasan pantai hingga sejauh 30 meter ke daratan sedangkan di Pantai Baron laut justru surut 200 meter dan belum kembali ke posisi semula setelah sebelumnya menyapu daratan hingga 100 meter dari bibir pantai.
Kusmanto pemilik warung gubuk Sidolancar di Pantai Parangtritis mengungkapkan sebelum ombak datang ia mendengar suara gemuruh dan deburan keras dari arah pantai sekitar pukul 16.00, Senin (17/7). Tiba-tiba gelombang setinggi empat meter datang dan menyapu pantai yang saat itu sedang ramai dikunjungi wisatawan.
Di Pantai Drini, dua warga tewas terempas dan terseret gelombang pasang laut. Dua warga yang tewas adalah Kartiniwikromo (60) warga Dusun Wonosobo 2, Desa Banjarejo, Kecamatan Tanjungsari; dan Kartoradin (62) warga Dusun Melikan, Banjarejo. Keduanya adalah warga yang tengah mencari rumput laut di sekitar pantai. Saat gelombang pasang terjadi, keduanya langsung terseret ombak.
Satu korban tewas lainnya, Dwi Fritria (21) warga Bantul. Saat gempa terjadi Fitria sedang berwisata di Pantai Parangtritis dan terseret arus empasan gelombang.
Dua korban yang luka berat adalah Agus Subardi (53) dan Suharni (50) warga Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari yang tengah mencuci pakaian di pantai, karena kehabisan air di rumahnya. Setelah diselamatkan Tim SAR, keduanya langsung dibawa ke puskesmas terdekat. Satu korban luka lainnya akibat terhempas gelombang yang menyapu daratan terdapat di Pantai Ngrenehan, Gunung Kidul. Tetapi hingga kini belum diketahui identitasnya. Korban luka lainnya bernama Dedi Melian (24), warga Jagalan, Yogyakarta, saat berkunjung ke Pantai Parangtritis bersama Fitria.
Ngatno, Ketua Tim SAR Pantai Baron mengatakan kondisi pasang di pantai itu hanya sampai lima menit, selanjutnya gelombang berangsur-angsur mereda. Namun, tingginya gelombang menakutkan pengunjung dan warga yang saat itu berada di dekat laut.
Di Kulon Progo, gelombang air laut naik sekitar dua meter lebih. “Gelombang laut mampu meloncat tanggul pintu muara Serang yang tingginya sekitar 2 meter. Air laut tersebut masuk ke Laguna yang biasanya tidak bias ditembus air laut,” kata Sunardi, koordinator tim SAR Pantai Glagah.
Warga panik ketika gelombang naik ke pantai. Mereka langsung lari naik ke perbukitan di sekitar pantai, meninggalkan kampung mereka tanpa sempat berkemas. Bahkan ada yang lari tanpa alas kaki. Di pinggir jalan perbukitan warga mendirikan tenda dari terpal seadanya. Setidaknya ada tiga dusun di pinggiran Pantai Parangtritis yang kini ditinggalkan penduduk karena harus mengungsi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved