Staf Khusus Presiden bidang Komunikasi Politik Daniel Sparringa mengatakan, toleransi sesungguhnya merupakan isu problematis di semua masyarakat majemuk. Isu ini merupakan sesuatu yang menjadi wilayah civil society, bukan negara. Lebih khusus lagi, pemerintah.
“Toleransi adalah sebuah konsep yang menggambarkan pemuliaan pada perbedaan dan atau kebedaan. Ihwal ini berhubungan dengan nilai-nilai dan etika. Keduanya merupakan dua isu yang, sekali lagi, berwilayah di masyarakat,” kata Daniel yang juga doktor sosiologi di Jakarta, Senin pagi (27/05).
Daniel bisa memahami persepsi publik, khususnya beberapa kalangan aktivis NGO’s dan CSO’s, bahwa negeri ini menghadapi masalah toleransi. Namun Daniel mengingatkan, bahwa “memburuknya” intoleransi dalam masa Pemerintahan SBY sesungguhnya merupakan konsekuensi logis, betapapun tidak diniatkan begitu, dari terbukanya kebebasan.
“Inilah sesunggunya gambaran yang paling nyata dari masyarakat majemuk kita, yang kerap coba kita tutupi sendiri,” jelas Danie.
Daniel menyebutkan, di masa Orde Baru, ketegangan inheren masyarakat majemuk dikendalikan oleh negara melalui kontrol yang kuat atas kebebasan pers, berbicara, dan berekspresi.
“Kita tidak melihat intoleransi dengan mata telanjang. Kita juga praktis tidak melihat kekerasan bermotifkan perbedaan paham keagamaan, karena semuanya dalam kendali represif negara,” kata Dosen Sosiologi Fisip Universitas Airlangga Surabaya itu.
Daniel menjelaskan, apa yang dulu laten, sekarang menjadi sangat manifes. Apa yang dulunya tampak rukun dan damai, sekarang menjadi sesuatu yang harus diupayakan, sering dengan insiden yang menggambarkan kegagalan kita dalam memelihara harmoni dan mengelola kemajemukan.
“Itulah gambaran, sekali lagi, masyarakat majemuk kita saat ini. Inilah yang menurut saya, merupakan situasi nol kilometer kita dalam ihwal itu. Inilah tantangan kita yang sesungguhnya dari masyarakat majemuk kita,” ujar Daniel.
Menurut Daniel, masyarakat majemuk di mana pun, menyimpan sumber ketegangan yang tersembunyi. Sehingga dapat dikatakan, semakin majemuk sebuah masyarakat, semakin banyak sumber ketegangannya.
“Kita memang patut merayakan kemajemukan, namun juga dengan kesadaran bahwa kita juga perlu mengelolanya secara berhati-hati,” tutur Daniel.
© Copyright 2024, All Rights Reserved