Gebrakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti dalam 100 hari pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) mendapat perhatian besar dari publik. Banyak yang menilai, terobosan yang dilakukan Susi sebagai hal yang positif. Tapi, ada pula kebijakan Susi yang menjadi kontroversi dan mendapat protes dari stakeholder bidang perikanan dan kelautan.
Beberapa yang ramai menjadi perdebatan adalah soal aturan transhipment yang dikeluhkan pelaku usaha perikanan. Para pelaku usaha meminta aturan itu tidak diberlakukan sama rata, bagi pengusaha perikanan yang menangkap ikan secara legal. Aturan transhipment membuat mereka merugi, karena harus mengeluarkan biaya bahan bakar lebih banyak dan butuh waktu lebih lama untuk menjual ikan hasil tangkapan.
Kebijakan lainnya adalah soal larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela (Trawls) dan pukat tarik (Seine Nets). Juga tentang pembatasan ukuran lobster, kepiting dan rajungan yang boleh diperdagangkan. Nelayan di sejumlah daerah memprotes keras kebijakan ini.
Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Golkar, Titiek Soeharto menilai, meski sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) itu bertujuan baik untuk jangka panjang, aturan yang diterapkan tiba-tiba, membuat para stakeholder perikanan kaget. Perubahan mendadak itu, merugikan mereka.
Titiek menilai, banyak kebijakan yang dikeluarkan Susi yang tidak memperhatikan semua stakeholder di sektor kelautan dan perikanan. perempuan kelahiran Semarang, Jawa Tengah, 14 April 1959 ini menilai, mendengarkan seluruh stakeholder kelautan dan perikanan sangatlah penting bagi pemerintah. Itu bisa meminimalisasi adanya kebijakan yang tak sesuai dengan kepentingan sektor tersebut.
"Kalau memang Menteri Susi mau buat peraturan, saya harap asosiasi diajak duduk terlebih dahulu. Supaya tidak ada salah persepsi antara peraturan yang dibuat dengan keinginan asosiasi," ujar perempuan bernama lengkap Hediati Hariyadi ini kepada politikindonesia.com, di Gedung DPR, Jakarta, akhir pekan lalu.
Kepada Elva Setyaningrum, anak keempat dari mantan Presiden Soeharto ini juga menanggapi keluhan Susi yang tak ingin menuntaskan jabatannya sebagai menteri selama 5 tahun. Berikut petikan wawancaranya.
Banyak kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan yang belakangan menjadi kontroversi, apa pandangan anda?
Sebenarnya tidak semua kebijakan yang dikeluarkan Menteri KP itu negatif. Kebijakan Bu Susi itu cukup baik. Sayangnya, kebijakan itu tak mampu disosialisasikan dengan baik kepada stakeholder di sektor kelautan dan perikanan.
Inilah yang menimbulkan resistensi. Sebagian stakeholder perikanan menilai kebijakan itu akan menyengsarakan mereka.
Kenapa sampai timbul resistensi atas kebijakan itu?
Saya melihatnya, dalam mengambil keputusan, Menteri KP memukul rata semua permasalahan. Padahal, setiap daerah mempunyai budaya dan masalah yang berbeda-beda. Jadi peraturan yang dibuat Ibu Susi bisa digeneralisasi dan tidak semua seperti itu.
Saya ambil contoh, coba lihat Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang membuat peraturan mengenai pelarangan menjual minuman keras (alkohol) di minimarket, tapi itu berlaku 3 bulan lagi. Tujuannya supaya ada tenggat waktu untuk melakukan sosialisasi.
Bagaimana penilaian Anda terhadap kinerja Menteri Susi?
Jujur saja, secara pribadi saya tidak puas dengan kinerja Susi selama ini. Alasannya, kesejahteraan nelayan belum terpenuhi, bahkan masih sulit tercapai. Masih banyak keluhan dari nelayan yang belum diperhatikan.
Jika dibandingkan pada masa Presiden Soeharto, nelayan lebih sejahteraan dari pada sekarang. Sebab pada zaman Pak Harto, nelayan sangat diperhatikan. Misalnya, pada saat itu, petani dan nelayan bisa menabung untuk naik haji. Pak Harto menjadikan petani nelayan prioritas tulang punggung perekonomian. Namun, sekarang ini mencekik sekali. Bahkan di zaman Pak Harto, Indonesia mampu menjadi macan Asia dengan swasembada pangan dan ikan. Kebijakan Soeharto juga disebut-sebut bagus karena berasal dari hasil analisa para ahli. Tak ada salahnya, kalau Menteri Susi mencontek kebijakan yang baik seperti itu.
Bukankah Susi mendapat penilaian yang bagus soal kinerja, bahkan dari Presiden Joko Widodo?
Jangan karena sering dipuji setinggi langit oleh Presiden Jokowi atas kinerjanya dalam pemberantasan pencurian ikan, lalu kami di DPR tidak akan mengkritik hal yang dirasa kurang.
DPR akan bersikap fair. Kalau memang kinerjanya dimata kami tidak baik, pasti akan kami kritik. Namun, kritikan itu sifatnya membangun agar ke depan kinerjanya bisa jauh lebih baik dan tetap dengan gebrakan yang bagus.
Kebijakan Menteri KP mana yang dianggap merugikan nelayan dan pengusaha perikanan?
Salah satunya mengenai Permen KP No. 1/2015 untuk membatasi penangkapan dan perdagangan lobster, kepiting dan rajungan yang populasinya semakin menurun. Berdasarkan Permen tersebut, penangkapan lobster dapat dilakukan dengan ukuran panjang karapas di atas 8 cm, kepiting dengan ukuran lebar karapas di atas 15 cm, dan rajungan dengan ukuran lebar karapas di atas 10 cm.
Selain itu, aturan tersebut juga melarang penangkapan atas lobster, kepiting dan rajungan dalam kondisi bertelur. Kebijakan ini sebenarnya baik untuk jangka panjang, guna memelihara keberlangsungan sumber daya perikanan.
Tapi karena kurang sosialisasi kebijakan ini menyebabkan kerugian besar nelayan. Lihat saja di beberapa daerah, protes muncul. Di Bali, di Jawa Timur, di Lampung dan sejumlah daerah lainnya. Ribuan kilo hasil tangkapan mereka tak bisa dijual karena ditolak balai karantina.
Bukankah alasan aturan itu baik untuk menjaga kelestarian sumber daya perikanan?
Benar. Kebijakan yang sebagian diprotes oleh para nelayan itu sebenarnya baik jika pelaksanaannya dipersiapkan matang. Persoalannya, KKP kurang melakukan sosialisasi sebelum kebijakan itu diterapkan. Itu yang membuat kaget dan rugi para nelayan, karena mereka tidak punya persiapan,.
Seharusnya ,aturan yang dibuat itu disosialisasikan dulu kepada para stakeholder, baru nanti diberlakukan, 3 bulan kemudian. Jadi nelayan dan para pengusaha punya waktu untuk beradaptasi dengan aturan baru tersebut.
Susi sendiri mengeluh lelah menjadi menteri, bagaimana menurut anda?
Iya. Saya dengar kabar Menteri Susi katanya lelah dan hanya ingin menjadi menteri 2 tahun saja. Saya langsung mengingatkan Susi bahwa ketika dilantik menjadi menteri leh Presiden Joko Widodo di Istana Negara 20 Oktober 2014 lalu, ia bersumpah akan bekerja sebaik-baiknya.
Amat disayangkan jika Menteri Susi tidak menuntaskan masa kerjanya. Terlebih kerja keras dan kebijakannya untuk menjaga perairan di Indonesia cukup mendapat respon positif masyarakat.
Kalau jadi menteri itu harus sampai habis waktu masa jabatannya, jangan setengah-setengah. Jadi, tidak ada cerita dia mengeluh lelah karena dari awalnya sudah disumpah. Jabatan yang diperolehnya adalah mandat yang diberikan langsung oleh Presiden. Saya meminta Susi untuk tidak banyak mengeluh, apalagi mengeluh di depan media.
Susi harus bisa tetap tegas dan komitmen menjalankan aturan. Memang tugas sebagai menteri itu berat, tapi tidak boleh dilakukan sepotong-potong. Susi harus mau bekerja sepenuh hati dan mengabdikan dirinya untuk negara. Jadi harus totalitas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved