Sebanyak 30 anggota tentara Israel, Pasukan Pendudukan Israel (IDF), mengibarkan bendera putih, menyerah dan menolak mematuhi perintah invasi darat di Kota Rafah, Gaza.
Laman Almayadeen, mengutip media Israel, Channel 12, melaporkan, pasukan IDF mengaku kelelahan dengan perang. Para prajurit 'mengibarkan bendera putih', tidak mampu melanjutkan pertempuran yang hampir tujuh bulan berlangsung.
"Pasukan dari kompi pasukan terjun payung cadangan yang tergabung dalam Brigade Pasukan Terjun Payung reguler dilaporkan menerima perintah untuk mempersiapkan aksi di Rafah," sebut Channel 12, dikutip Kamis (2/5/2024).
Sebanyak 30 tentara IDF itu memberi tahu atasan mereka bahwa mereka tidak akan datang karena mereka tidak lagi mampu melakukannya.
Pejabat Angkatan Darat Israel sudah mengatakan, tidak akan memaksa personel cadangan untuk ikut serta dalam invasi.
Namun penolakan 30 tentara IDF itu dikatakan sebagai indikasi jelas berkurangnya pasukan cadangan setelah pertempuran berbulan-bulan.
Media Channel 7 Israel melaporkan, lebih dari 100 perempuan wajib militer di Israel menolak menjadi tentara pengintai di dekat garis pemisah dengan Gaza.
Laporan Channel 7 mengatakan, kondisi ini adalah sejumlah besar penolakan memang sudah terjadi di unit tersebut.
Sementara itu, Mantan Kepala Direktorat Operasi IDF Israel, Ziv, menyatakan, penolakan terhadap serangan militer apa pun di Rafah wajar di tengah tidak adanya rencana tata kelola pasca operasi. Dia bahkan mengklaim itu sama saja operasi "bunuh diri".
"Hamas sedang melakukan penyergapan strategis terhadap IDF. Akan jadi bencana bagi Israel," kata Ziv.
Menurut Ziv, invasi Rafah mempunyai risiko yang tinggi, lebih tinggi dibandingkan semua yang dilakukan IDF di Gaza. Hal itu mengingat fakta bahwa Rafah adalah sebuah wilayah yang strategis, tempat yang sangat ramai dan sulit untuk "diperjuangkan".
"Belum lagi kepekaan AS dan Mesir terhadapnya," kata Ziv menyebut sekutu Israel Amerika Serikat (AS) dan tetangga Rafah, Mesir.
Sebelumnya, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu berjanji untuk melancarkan serangan ke kota Rafah di Gaza Selatan.
Padahal kota itu tempat ratusan ribu warga Palestina berlindung dari perang yang telah berlangsung sejak Oktober.
Komentar Netanyahu muncul beberapa jam sebelum Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken tiba di Israel untuk memajukan perundingan gencatan senjata.
Perundingan itu tampaknya menjadi salah satu putaran negosiasi paling serius antara Israel dan Hamas sejak perang dimulai. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved