Pernyataan dari Panglima Kodam Jaya Mayjen TNI Agustadi Sasongko Purnomo menyentakkan banyak pihak. Katanya, saat ini DPR, partai politik (parpol), dan berbagai organisasi kemasyarakatan (ormas) telah disusupi sekitar 150 kader atau anak keturunan PKI. Padahal, menurut Agustadi, pada periode 1999-2004 diperkirakan baru sekitar 69 anak keturunan PKI yang masuk di lembaga-lembaga itu.
Agustadi mengatakan, sejak beberapa waktu lalu ada beberapa kegiatan yang mengindikasikan kembalinya paham komunis seperti ditemukannya kaos bergambar "palu arit" di sebuah sekolah menengah umum di Menteng (Jakarta Pusat) dan aksi vandalisme bergambar logo serupa di sebuah jalan di Bogor (Jawa Barat).
Pernyataan serupa juga muncul dari kepala Badan Interlijen Negara (BIN), Syamsir Siregar. ”Memang ada beberapa kegiatan yang mengarah munculnya kembali paham komunis. Ini harus kita waspadai betul-betul,” kata Kepala BIN.
Indikasi kemunculan kembali paham komunis tampak dari berbagai kegiatan yang dipantau pihak intelijen seperti kegiatan kumpul-kumpul mantan anggota PKI di Blitar Jawa Timur, yang mendukung aksi buruh beberapa waktu lalu. Selain itu ada pula pertemuan para korban 1965 dan mantan anggota Gerwani di Bandung, Jawa Barat.
Pernyataan dari kalangan militer itu kontan mengundang tanggapan dari banyak pihak. Anggota Komisi I DPR dari FPDIP, Sidarto Danusubroto, mengatakan wacana partai politik yang disusupi Komunis mestinya tak dipublikasikan secara meluas, tetapi dijadikan bahan untuk dilaporkan kepada pihak intelijen.
"Tidak arif jika hal itu dijadikan wacana umum. Mestinya temuan itu cukup dilaporkan ke Badan Intelijen Negara (BIN) atau pihak kepolisian untuk diselidiki lebih lanjut," katanya dalam rapat kerja antara Komisi I DPR dan Kepala Staf Angkatan Darat TNI Jenderal Djoko Santoso di DPR, Selasa (13/6).
Sidarto malah curiga pernyataan adanya anggota DPR yang disusupi PKI itu merupakan penilaian politis. Ia menganggap tak sesuai dengan tekad TNI yang melepaskan diri dari keterlibatannya dalam dunia politik.
Sidarto menilai, pernyataan ini bisa menimbulkan pembunuhan karakter. "Hal ini tak arif untuk dilakukan di saat bangsa Indonesia sedang membangun rumah yang plural dan inklusif," katanya.
Sementara itu, anggota Komisi I DPR yang juga dari FPDIP, Permadi, mengemukakan bahwa penyebutan anggota-anggota DPR yang disusupi PKI sebaiknya langsung disebut namanya. "Hal ini penting agar tidak terjadi fitnah kepada anggota DPR yang lain," katanya.
Permadi mengatakan bahwa Pangdam Jaya dan Pangdam Siliwangi yang menyebut tentang anggota DPR yang disusupi PKI itu perlu diingatkan bahwa militer sudah tidak berpolitik lagi. "Apa Pangdam punya hak bicara seperti itu?" tanya Permadi.
Dalam kesempatan itu Permadi juga mengatakan bahwa kalangan TNI sebaiknya tidak menggulirkan wacana yang dapat melibatkan TNI kembali ke arena politik.
Menjawab kecurigaan itu, Panglima TNI Marsekal Djoko Suyanto mengemukakan, TNI tidak berniat kembali ke kancah politik praktis dengan mengindikasikan kemungkinan munculnya kembali bahaya laten komunis.
"Sama sekali tidak ada keinginan TNI kembali ke politik praktis," katanya, dalam rapat dengar pendapat jajaran kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) dengan Komisi I DPR, di Jakarta, Senin (12/6) malam.
Djoko mengemukakan, apa yang disampaikan anak buahnya itu semata-mata upaya untuk menjaga kewaspadaan terhadap berbagai kegiatan yang diindikasikan mengarah pada munculnya kembali paham komunis.
"Sebagai panglima kodam, dia wajib menjaga wilayahnya dari berbagai kegiatan yang dapat dikategorikan mengancam keamanan dan keutuhan wilayahnya. Itu saja, tidak ada kaitan dengan politik," ujar Djoko.
© Copyright 2024, All Rights Reserved