Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDDP) Tubagus Hasanuddin mengkritisi penunjukkan Letnan Jenderal (Purn) Sutiyoso menjadi calon Kepala Badan Intelijen oleh Presiden Joko Widodo. Ia mengkaitkan Sutiyoso dengan penyerangan kantor PDIP, 27 Juli 1996.
Dalam pandangan Hasanuddin, selain usia Sutiyoso yang sudah tua, Ketua Ketua Umum Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) itu juga punya catatan kelam dengan PDIP.
Dikatakan Hasanuddin, saat terjadi peristiwa penyerangan Kantor PDIP, di Jalan Diponegoro, Jakarta Pusat, atau dikenal dengan Kudatuli 1996, Sutiyoso menjabat sebagai Panglima Kodam Jaya dan pemegang komando wilayah Jakarta saat itu.
“Setahu saya, beliau yang nyerbu Kantor PDI Perjuangan," ujar dia, kepada pers di Gedung DPR Jakarta, Rabu (10/06).
Akan tetapi, Hasanuddin memahami, bahwa penunjukan Kepala BIN adalah prerogratif Presiden dan ia menghormatinya. “Saya tidak sayangkan. Saya tidak apresiasi. Saya tidak juga pasrah. Tapi itu hak prerogatif presiden. Ya sudah lah. Tapi apa kata kader (PDIP)?" ujar anggota Komisi I DPR.
Hasanuddin mengakui, Sutiyoso memiliki kemampuan intelijen. Namun, mantan Gubernur DKI Jakarta itu harus beradaptasi dengan masa kini. “Skill intelijennya itu zaman dulu, identifikasi, penyelidikan, penangkapan, kalau sekarang kan sudah berubah," kata dia.
Tantangan BIN ke depan juga cukup banyak. Menurut Hasanuddin, Kepala BIN yang akan datang harus bisa mengawal keselamatan bangsa dan negara.”BIN itu mengawal bangsa dan negara, keselamatan bangsa dan negara. Yang berat mengubah mainset intelijen zaman dulu menjadi sekarang," ujarnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved