Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menangkap tangan hakim yang terlibat kasus korupsi. Kasus yang kesekian kalinya terjadi ini, menunjukkan bahwa perlu ada perombakan tata kelola organisasi Mahkamah Agung sehingga tidak lagi ada pejabatnya yang ditangkap KPK.
Pendapat itu disampaikan Hakim Agung Gayus Lumbuun kepada pers di Jakarta, Selasa (24/05).
Seperti diberitakan, Penangkapan Ketua Pengadilan Negeri Kepahiang Janner Purba serta hakim ad hoc tipikor di Pengadilan Negeri Bengkulu, Toton oleh KPK, pada Senin (23/04) kemarin, menambah panjang daftar hakim yang diciduk KPK karena terlibat korupsi.
"Ini akibat salah kelola, perlu ada perombakan, terutama masalah promosi dan mutasi," ujar Gayus.
Gayus beranggapan, masih adanya hakim yang tertangkap karena menerima suap, akibat salah kelola yang dilakukan pimpinan MA. "Organisasi itu ditentukan pimpinan, pimpinan tidak memperhatikan sehingga ada penangkapan, pencekalan terhadap pejabatnya. Pimpinan tidak boleh membiarkan ini berlarut-larut," ujar Gayus.
Dalam pandangan Gayus, perombakan internal ini terkait masalah promosi dan mutasi yang harus memperhatikan kemampuan, bukan kedekatan.
“Bidang pengawasan harus mengerti pengawasan, bidang pembinaan harus tahu pembinaan. Jangan sampai menempatkan orang salah, dimana hakim tipikor ditempatkan di militer. Ini salah kaprah," katanya.
Gayus mengingatkan penempatan jabatan seseorang harus berdasarkan kemampuan yang dimilikinya, bukan karena kedekatan terhadap salah satu pimpinan.
Lebih jauh, hakim agung ini berharap. Presiden Joko Widodo bisa turun tangan untuk menerbitkan Peraturan Pengganti Undang-undang (Perppu) untuk memperbaiki kepercayaan masyarakat terhadap dunia peradilan karena banyaknya pejabat dan hakim yang ditangkap gara-gara tersangkut kasus korupsi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved