MANUSIA sebagai makhluk sosial tidak akan lepas berinteraksi dengan manusia lainnya, proses interaksi antar manusia berjalan sesuai perkembangan kehidupannya.
Pola hidup interaksi masyarakat tradisional sangat berbeda dengan pola interaksi masyarakat modern. Proses interaksi bisa saling dipahami berjalan lancar melalui media komunikasi yang diterima bersama oleh masyarakat.
Dan pola interaksi lainnya, banyaknya remaja tergabung dalam geng motor dan dalam interaksinya terlibat dalam aksi kejahatan disebabkan karena usia masih remaja. Mereka masih labil dan suka meniru atau mengikuti teman sebayanya atau orang dewasa. Perilaku geng motor ini merupakan salah satu kenakalan remaja yang mengarah pada perbuatan kriminalitas banyak faktor yang mempengaruhi geng motor untuk melakukan tindak pidana.
Dalam interaksi sering terjadi konflik sehingga dalam memutuskannya demi kebenaran dan keadilan perlu ditempuh jalur hukum formal melalui pengadilan dan jalur hukum adat, seperti halnya sumpah pocong sebagai alternatif penyelesaian untuk mencapai kebenaran.
Bagaimana pandangan kajian Islam sumpah pocong ini?
Fenomena yang sedang viral saat ini adalah kisah tragis yang dialami oleh sepasang anak remaja yang mati terbunuh di Cirebon yang kedua korban berumur 16 tahun masih di bawah umur korban perempuan bernama Vina Dewi dan yang laki-laki bernama Eki (Muhamad Rizky Rudiana), pembunuhan terjadi pada tanggal 27 Agustus 2016 silam, dan kembali viral setelah diangkat ke layar lebar.
Pelaku pembunuh baru tertangkap 8 orang divonis seumur hidup (Jaya, Supriyatno, Eka Sandi, Hadi Saputro, Eko Ramadhoni, Sudirman, Rivaldi Aditya, Wardana) dan satu orang karena saat itu masih dibawah umur dihukum 8 tahun penjara yang saat ini sudah bebas (Saka Tatal) dan 3 orang DPO Andi, Dani dan Pegi Setiawan alias Perong.
Kasus Vina Cirebon ini sudah incraht Putusan No 4/Pid.B/2017/PN Cbn. Kasus ini menjadi viral karena diangkat ke layar lebar hingga menjadi perhatian publik, hingga Kapolri Listyo Sigit Prabowo mengerahkan Bareskrim Polri untuk menangani kasus yang terjadi pada tahun 2016 ini dan menugaskan Polda Jabar menurunkan Asistensi dari Propam dan semua pihak bergerak memantau peristiwa terkait kasus ini.
Polda Jabar mendalami secara ilmiah dengan alat bukti yang cukup ditangani secara profesional dan transparan untuk memberikan rasa keadilan, ada alat bukti, barang bukti sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam KUHP. Berita ini menjadi simpang siur menduga polisi salah menangkap pelaku.
Kronologi awalnya, kematian Muhamad Rizki Rudiana dan Vina Dewi tewas karena kecelakaan motor tunggal, setelah diselidiki lebih lanjut keduanya meninggal dibunuh dan polisi menetapkan 11 tersangka. 8 pelaku tertangkap dan diadili, tiga lainnya buron, polisi merevisi menjadi 9 tersangka 2 tersangka lainnya fiktif.
Kesulitan dari penyidik, keterangan para terdakwa dulunya menerangkan tidak mengetahui nama aslinya, hanya nama panggilan atau alias perkenalan mereka tidak terlalu mendalam. Menurut Kombes Surawan, selama ini pihaknya selalu mencari informasi, meminta keterangan pada terpidana di dalam lapas dan sudah mencari di luar.
Minimnya informasi sehingga sulit menemukan tersangka siapa sebenarnya 3 orang ini? Terkait dengan informasi, ada yang sudah berganti identitas dan salah satunya punya keterkaitan dengan pihak kepolisian. Kombes Surawan membantah itu dari pihak keluarga juga minim informasi, dan salah satu korban anak dari anggota kepolisian.
Dugaan keterlibatan Rudiana ini diawali sosok pertama kali melaporkan kasus pembunuhan itu ke Polres Cirebon Kota, Jawa Barat tahun 2016 karena ada kejanggalan kematian anaknya, Muhamad Rizky Rudiana dan Vina Dewi yang akhirnya terjadi pembongkaran makam kedua korban dengan hasil visum et repertum No: VeR/77/IX/2016/Dokpol tanggal 13 September 2016.
Kesimpulan hasil visum, mayat laki-laki usia sekitar 16 tahun sudah membusuk tanpa tanda trauma tumpul pada kepala, patah tulang atap tengkorak bagian depan dan belakang, patah tulang dasar tengkorak, patah tulang rahang bawah yang dapat mengakibatkan kematian.
Terdapat tanda-tanda trauma tumpul berupa patah tulang lengan atas kanan, tulang hasta kanan dan tulang pengumpil kanan, luka terbuka pada dahi kiri, mata kaki kanan bagian dalam, dan tungkai bawah kiri, luka lecet pada mata kaki kiri bagian luar hingga punggung kaki kiri serta resapan darah pada bagian kulit dada.
VeR/76/IX/2016/DokPol Tanggal 13 September perihal pembongkaran makam dan pemeriksaan mayat atas nama Vina dengan kesimpulan mayat perempuan berusia sekitar 16 tahun, tampak mayat sudah membusuk terdapat tanda-tanda trauma tumpul pada kepala ditandai dengan patah tulang atap tengkorak dan tulang rahang bawah, trauma tumpul pada paha kanan dan tungkai bawah kanan, patah tulang paha kanan, patah tulang kering kanan yang dapat mengakibatkan perdarahan, yang secara bersama maupun masing-masing dapat mengakibatkan kematian.
Terdapat tanda-tanda trauma tajam berupa luka terbuka pada pipi kanan dan punggung tangan kiri, terdapat tanda-tanda trauma tumpul berupa luka lecet pada perut kiri dan paha kiri serta warna kemerahan pada paha kanan, dilakukan pemeriksaan apus lubang kemaluan dan anus dengan hasil ditemukan sperma pada sediaan apus lubang kemaluan.
Dari kondisi mayat kedua korban, bukanlah laka lantas tapi pembunuhan yang sudah direncanakan.
Rudiana adalah pelapor murni ayah dari korban Eky. Semua informasi yang didapat dari keterangan dua saksi Aep dan Dede yang mengenali pelaku dan menyampaikan informasi pada Rudiana, tidak ada tindakan penganiayaan saat menyerahkan terpidana pada penyidik.
Saksi Fakta dalam persidangan peninjauan kembali (PK) diajukan pihak pemohon Saka Tatal bernama Liga Akbar mencabut seluruh keterangannya dalam kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon. Liga Akbar mengaku tidak berada di lokasi kejadian saat peristiwa itu terjadi, Liga mencabut berita Acara Pemeriksaan di Cirebon Kota tahun 2016.
Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan bahwa Divisi Profesi dan pengamanan (Propam) Polri dan Inspektorat pengawasan umum Polri (Irwansum) Polri telah memeriksa pihak-pihak terkait termasuk ayah Eky Iptu Rudiana. Terkait kasus ini, mulai dari penyidik awal, laka lantas, ada yang menangani di TKP, ada Iptu Rudiana ayah korban, semua sudah diperiksa Propam dan Irwasum.
Penyidikan telah melakukan proses penyidikan dan penetapan tersangka sesuai alat bukti yang cukup, baik itu keterangan saksi, keterlibatan Ayah Eky saat itu janggal karena saat itu Rudiana menjabat sebagai Kasat Narkoba Polres Cirebon disampaikan penasihat ahli Kapolri Irjen (Purn) Aryanto Sutadi.
Menurut Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Sandi Nugroho tidak adanya Scientific Crime Investigation pada awal pengungkapan kasus, karena diawali dugaan laka lantas menimpa Eky dan Vina, dan ternyata berubah menjadi kriminalitas pembunuhan yang sangat sadis disampaikan di Bareskrim tanggal 21 Juni 2024.
Dasar hukum melakukan penahan terhadap seseorang diatur dalam HIR, ada dasar menurut hukum dan ada dasar menurut keperluan. Dasar menurut hukum adanya dugaan keras berdasarkan berdasarkan bukti yang cukup bahwa orang itu melakukan tindak pidana dan ancaman tindak pidana itu di atas lima tahun atau ditentukan oleh undang-undang. Dasar hukum menurut keperluan adanya kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, atau merusak atau menghilangkan barang bukti atau mengulangi tindak pidana.
Selanjutnya upaya hukum yang dilakukan adalah hak terdakwa untuk mengajukan peninjauan kembali (herziening) terhadap putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan tetap.
Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung menurut Pasal 263 Ayat 2 KUHAP dapat diajukan atas dasar terdapat keadaan baru (novum), apabila dalam putusan terdapat pernyataan bahwa suatu telah terbukti dan ternyata bertentangan satu sama lain, apabila dalam putusan itu terjadi kekhilafan hakim atau kekeliruan yang nyata.
PK oleh terpidana kasus Vina dan Eky di Cirebon tahun 2016 lalu untuk memulihkan dan merehabilitasi nama baik, hak kedudukan, harkat dan martabat terdakwa, pengajuan PK didampingi pengacara (13 pengacara) agar pengajuan PK dikabulkan.
Saka Tatal menyebutkan ada 10 novum yang disampaikan dalam sidang dan salah satunya adalah kematian Vina dan Eky karena kecelakaan bukan karena pembunuhan, novum muncul setelah adanya putusan inkracht dari pengadilan, novum mempertanyakan kekeliruan hakim saat memvonis Saka Tata, penghapusan 2 orang DPO oleh Polda Jabar pelanggaran Pasal 340 KUHP tidak pernah ada.
Tim JPU menolak seluruh permohonan peninjauan kembali dari penasehat hukum Saka Tatal. Peninjauan kembali (PK) Saka Tatal dibacakan dalam sidang Pengadilan Negeri (PN) Cirebon pada tanggal 26 Juli 2024, Jaksa mengatakan menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Cirebon Nomor 16/Pid.Sus-Anak/2016/PN CBN juncto putusan Pengadilan Tinggi Jawa Barat No 50/Pid.Sus-Anak/2016/PT BDG Juncto putusan Mahkamah Agung RI Nomor 2067 K/Pid.Sus/2016 tanggapan memori peninjauan ini diajukan agar MA RI mengabulkannya.
PK yang disampaikan JPU dari beberapa kesimpulan tidak konsisten dalam permohonan PK. Kejadian tersebut laka lantas, di lain permohonan terpidana Saka Tatal melakukan pemukulan pada Muhamad Rizky Rudiana, ruang lingkup materi PK masuk ruang lingkup praperadilan dan pembelaan.
Permohonan PK tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum karena fakta yang diajukan pemohon bersifat asumsi dan hanya diperoleh dari pemberitaan media. Kesimpulan PK bukanlah bukti baru (novum), selain alasan kekhilafan atau kekeliruan hakim dalam memutuskan perkara anak Saka Tatal bukanlah merupakan alasan dapat dipertimbangkan atau diterima.
Alasan yang diajukan dari penasihat hukum PK harus dikesampingkan karena bukan merupakan alasan dilakukan PK berdasarkan Pasal 263 ayat 2 KUHAP. Jaksa Gema Wahyudi mengungkapkan pemohon tidak konsisten mengajukan novum dari media sosial, novum yang diajukan terpidana Saka Tatal mengenai foto yang sudah ada dalam lampiran berkas perkara persidangan pertama 8 tahun yang lalu.
JPU menyebutkan keterangan Dedi Mulyadi dalam bentuk flashdisk tidak relevan karena tidak punya hubungan dengan pembuktian perkara Saka Tatal rekaman tersebut dibuat sebagai pendapat pribadi dan tidak dibutuhkan JPU dan penyidik untuk melakukan pembuktian, pada sidang tanggal 30 Juli 2024 di pengadilan Cirebon dapat diajukan satu kali Berdasarkan KUHP Bab XVIII UU No 8 Tahun 1981 PK merupakan salah satu upaya hukum luar biasa dalam sistem peradilan Indonesia persidangan di pengadilan negeri, sidang banding pada pengadilan tinggi dan kasasi di Mahkamah Agung, putusan akhir di Mahkamah Agung bersifat akhir dan mengikat dan berkekuatan hukum tetap.
Kontroversi Iptu Rudiana dengan Saka Tatal dalam kasus Vina dan Eky di Cirebon di mana Iptu Rudiana menjadi tersudut atas laporan kematian putranya Muhamad Rizky Rudiana hingga terlontar kata siap melaksanakan sumpah apa pun termasuk sumpah pocong.
Akhirnya Saka Tatal melaksanakan sumpah pocong sebagai upaya hukum untuk memulihkan nama, kedudukannya bukan terdakwa. Sekalipun Saka Tatal sudah menjalani hukum 3 tahun 8 bulan penjara dilepaskan bersyarat pada tahun 2020 dan pada tahun 2024 bebas murni pada bulan Juli tahun 2024, kasus Eky dan Vina di Cirebon ini ada saksi fakta.
Tempat kejadian perkara Jalan Raya Talun, Kecamatan Talun, Kabupaten Cirebon mayat ditemukan kondisi di atas aspal bahu jalan Talun dekat pembatas trotoar dengan kondisi telentang bersimpah darah Eky menggunakan kaos hitam celana putih mulut hingga dada berdarah sampai ke jalan, kondisi Vina mengenakan dalaman hitam atas putih bermotif di antara kedua jenazah.
Jasad korban ada helm merah putih diduga sengaja ditinggalkan pelaku agar dikira korban laka lantas, dan memang korban awal disangka laka lantas ada dua orang laki-laki dan perempuan Eky dan Vina. Hasil visum et repertum bukan laka lantas karena banyak luka sayatan dan patah tulang di beberapa bagian tubuh, salah satu korban anak dari Iptu Rudiana, apakah Iptu Rudiana harus dikorbankan karena menuntut keadilan atas meninggal putranya.
Iptu Rudiana dalam melaksanakan sumpah pocong sangat bertentangan dalam ajaran Islam menurut Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhwah KH Cholil Nafis mengatakan, sumpah pocong bukanlah ajaran Islam, melainkan kreativitas dalam kebudayaan lokal dengan cara orang dibungkus kain kafan adakalanya dikalungin kain kafan tergantung daerah masing-masing.
Dalam ajaran Islam, ada istilah mubahalah, sumpah untuk membuktikan kebenaran dalam keluarganya untuk memastikan dirinya benar. Dalam Islam, mengenai penggunaan/pemakaian sumpah ini secara garis besarnya ada dua macam. Pertama, sumpah di luar pengadilan. Kedua, sumpah yang dilakukan di pengadilan dalam proses berperkara.
Sumpah jenis pertama biasa dilakukan orang-orang, adakalanya untuk menyangkal ketidakbenaran yang disampaikan/dikatakan oleh orang lain, atau untuk menyelesaikan perselisihan.
Kadang-kadang juga sumpah itu diucapkan untuk menandaskan bahwa apa yang disampaikan/diucapkan itu sesuatu yang benar.sebagai contoh orang Arab adalah orang yang gemar bersumpah, untuk memulai pembicaraan saja agar pembicaraannya itu didengar orang atau diperhatikan orang, ia memulai dengan sumpah.
Dalam bersumpah mereka biasa bersumpah dengan apapun, dengan leluhurnya, dengan pohon, dengan benda-benda lain. Untuk itu Nabi mengarahkan agar sumpah itu mempunyai makna, maka dalam bersumpah hendaknya mempergunakan nama Allah.
Dalam riwayat Abu Dawud dan an Nasai dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda:
“Janganlah kalian bersumpah dengan nama bapak -bapak kalian dan jangan pula dengan nama ibu-ibu kalian, jangan pula dengan nama patung-patung, dan janganlah bersumpah kecuali dengan nama Allah dan janganlah bersumpah kecuali kalian benar (apa yang disumpahkan)”. (HR. Abu Dawud).
Hukum Sumpah Pocong
Berkaitan dengan sumpah sebagai cara untuk menyelesaikan perselisihan, Islam membolehkan menyelesaikan perselisihan dengan sumpah yang dilakukan di luar pengadilan. Mengenai sumpah pocong sendiri, dilihat dari caranya sumpah ini adalah sebagai tradisi orang Indonesia.
Dalam Islam, tidak dikenal model sumpah semacam ini. Sekalipun isi sumpah pocong itu mungkin tidak bertentangan dengan isi sumpah pada umumnya, seperti menggunakan kata-kata Demi Allah, dan materinya sesuatu yang disepakati bersama, yang adakalanya kedua belah sama-sama siap menerima kutukan Allah apabila yang ia katakan itu bohong atau tidak sesuai dengan yang sebenarnya.
Akan tetapi dilihat dari tata cara sumpahnya, yaitu orang yang bersumpah pocong itu dibungkus dengan kain kafan seakan-akan ia telah meninggal dunia (mungkin juga dimandikan dahulu), maka perlu dipertanyakan lebih lanjut kebolehannya.
Sebenarnya kalau hanya sekedar mengenakan kain kafan bagi yang melakukan sumpah, tidaklah dilarang, akan tetapi dengan mengenakan kain kafan itu ada makna filosofisnya atau makna kejiwaannya terutama di kalangan orang Jawa, yaitu orang takut akan kualat. Sehingga yang ditakuti bukan isi sumpahnya, melainkan makna dari alat untuk bersumpah.
Apabila ia diterima, berarti ada pengikisan iman, karena orang bukan takut kepada Allah tetapi takut kepada orang lain. Dalam ajaran Islam, hal demikian tidak diperbolehkan supaya orang tidak jatuh kepada perbuatan syirik. Oleh karena terkandung makna demikian, maka Majelis Tarjih berpendapat sumpah pocong itu tidak boleh dilakukan.
Janganlah digunakan model sumpah pocong, tetapi gunakanlah cara biasa. Adapun mengenai isi sumpahnya (dengan tetap memperhatikan prinsip prinsip sumpah di atas) maka boleh saja sumpah yang isinya saling mengutuk atau siap menerima kutukan Allah (sumpah pocong pun isinya ada yang mencantumkan sama-sama siap menerima kutukan Allah).
Dari hadis di atas ada dua hal yang berkaitan dengan sumpah, pertama sumpah itu harus menggunakan nama Allah, seperti Wallahi, Demi Allah; kedua bahwa yang disampaikan itu sesuatu yang benar. Jangan sampai sumpah itu untuk main-main atau sumpah itu dijadikan sebagai sarana mengambil sesuatu yang bukan haknya atau menzalimi orang lain (QS. an Nahl: 94).
Dalam hadis al Bukhari dari Abdullah bin Amr bahwa menurut Nabi SAW di antara dosa besar itu adalah sumpah bohong. Nabi bersabda: "Dosa besar itu adalah syirik kepada Allah, menyakiti kedua orang tua, membunuh, dan bersumpah bohong”. (HR Bukhari).
Demikian juga tidak diperbolehkan sumpah untuk tidak bertakwa, tidak berbuat baik kepada orang tua, dan untuk tidak melakukan segala macam kebaikan dan kebenaran.
Dalam QS al Baqarah ayat 224 Allah berfirman: ”Janganlah kamu jadikan (nama) Allah dalam sumpahmu sebagai penghalang untuk berbuat kebajikan, bertakwa dan mengadakan ishlah di antara manusia. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. (Al Baqarah: 224).
Adapun sumpah di pengadilan adalah sumpah dalam proses berperkara. Sumpah di sini mungkin diperintahkan oleh hakim karena alat bukti kurang, sehingga memerlukan bukti tambahan, atau sumpah itu sebagai pemutus (yamin ‘ala al-bat/decissiore eed), yaitu sumpah yang diucapkan oleh salah satu pihak atas permintaan pihak lainnya dan karena tidak ada alat bukti sama sekali yang mendukung.
Apabila sumpah ini diizinkan oleh hakim dan diterima oleh pihak lain, maka pihak yang mau bersumpah dimenangkan perkaranya. Logikanya kalau memang seseorang itu benar, tentulah ia tidak berkeberatan untuk mengucapkan sumpah.
Melanggar Sumpah
Sumpah yang diambil atas nama Allah SWT harus dilakukan oleh mereka yang mengambil sumpah. Jika seseorang wajib mengambil sumpah untuk menghindari keburukan dirinya maupun umat muslim lainnya, ia harus melakukan dan tidak boleh melanggar sumpah tersebut.
Adapun jika seseorang melanggar sumpah ada konsekuensi yang didapat seperti yang tercantum dalam ayat berikut ini “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja, maka kaffarah (melanggar) sumpah itu, ialah memberi makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada keluargamu, atau memberi pakaian kepada mereka atau memerdekakan seorang budak. Barang siapa tidak sanggup melakukan yang demikian, maka kaffaratnya puasa selama tiga hari. Yang demikian itu adalah kafarat sumpah-sumpahmu bila kamu bersumpah (dan kamu langgar). Dan jagalah sumpahmu. Demikianlah Allah menerangkan kepadamu hukum-hukum-Nya agar kamu bersyukur (kepada-Nya)”. (Qs Al Maidah: 89).
Kesaksian Dede dan Liga Akbar dalam sidang kasus Eky dan Vina di Cirebon kuasa hukum Saka Tatal menyatakan akan melaporkan tiga saksi tersebut ke polres Cirebon langkah ini diambil untuk mencari bukti baru, bahwa tanpa laporan pidana tidak bisa menemukan novum. Melaporkan Liga Akbar dapat mengubah kesaksian dianggap dapat mempengaruhi Kronologi kejadian.
Liga Akbar mencabut kesaksiannya dengan alasan mengalami paksaan diawal penyelidikan keadaan sebenarnya tidak ada kejadian pelemparan batu oleh sekelompok geng motor. Liga Akbar dan Dede mengaku memberi keterangan Palsu kedua orang saksi kunci ini memberi kesaksian atas perintah Iptu Rudiana, hal demikian dalam hukum pidana saling lapor antara pihak yang terlibat adalah hal yang mungkin terjadi.
Menurut pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar, laporan harus didukung oleh alat bukti yang diperkenankan oleh undang-undang seperti keterangan saksi, keterangan ahli atau alat bukti surat yang relevan, putusan pengadilan yang ada bisa menjadi bukti, dan upaya peninjauan kembali itu bisa dijadikan bukti.
Keterangan yang sah adalah yang tercantum dalam putusan pengadilan, jika keterangannya tidak benar atau palsu maka keterangan yang resmi harus merujuk pada putusan pengadilan. Laporan Iptu Rudiana diluar persidangan bukan kesaksian palsu dalam persidangan ini adalah pencemaran nama baik yang dilakukan melalui Internet.
*Penulis adalah Ketua DPP Perhakhi Bisang Kajian Hukum dan Perundang-Undangan
© Copyright 2024, All Rights Reserved