Tanaman sorgum adalah salah satu tanaman serbaguna yang dapat digunakan sebagai sumber pangan, pakan ternak dan bahan baku industri. Bukan itu saja, Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan) bahkan tengah meneliti tanaman yang bisa tumbuh subur pada lahan kering itu untuk dimanfaatkan sebagai sumber bio-energi melalui teknik radiasi.
Kepala Batan Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, untuk menjadikan sorgum sebagai bioenergi, pihaknya bekerjasama dengan Kementerian Pertanian dan sudah menghasilkan 3 varietas unggul sorgum, yakni Pahat, Samurai 1 dan Samurai 2.
Djarot mengatakan, ketiga jenis bibit sorgum itu telah terbukti bisa tumbuh di lahan kering dengan curah hujan yang rendah. “Tantangan yang kami hadapi adalah bagaimana mensosialiasikan pemanfaatan bioetanol dan bioenergi dari varietas yang dihasilkan melalui teknik radiasi nuklir ini. Soalnya, hingga saat ini masyarakat kita masih awam dengan nuklir," ujar dia kepada politikindonesia.com di Jakarta, Senin (23/05).
Djarot menjelaskan, alasan sorgum dipilih untuk dikembangkan sebagai bioenergi karena tanaman ini bisa menghasilkan gula. Selain itu, tanaman bioenergi yang diteliti dan dikembangkan haruslah tanaman yang tidak berkompetisi dengan pangan, baik dalam pemanfaatan hasilnya maupun lahan yang digunakan memanfatkan lahan kering.
"Tanaman sorgum diubah menjadi bioenergi menggunakan teknik mutasi radiasi. Yaitu, salah satu cara untuk memperbaiki tanaman bioenergi dengan merekayasa secara genetik menggunakan mutagen (radiasi gamma) sehingga akan muncul keragaman genetik baru. Dari keragaman genetik itu kemudian dilakukan proses seleksi untuk memilih tanaman yang lebih unggul untuk diperbanyak benih/bibitnya dan dikembangkan lebih lanjut oleh masyarakat," paparnya.
Peneliti tanaman pangan dari Batan, Soeranto menambahkan, untuk pengembangan lanjutan sorgum ini, Indonesia ditunjuk oleh International Atomic Energy Agency (IAEA) sebagai Lead Country Coordinator (LCC) untuk kawasan regional Asia. Karena Indonesia memiliki ketersediaan lahan kering yang cukup luas.
"Selanjutkan kami membuat proyek pengembangan tanaman penghasil bioenergi dengan teknik mutasi radiasi untuk mengoptimalkan lahan kering. Proyek ini, ditekankan untuk meningkatkan kapasitas teknologi pemuliaan tanaman bioenergi dengan teknik mutasi radiasi dari para peneliti dan pakar tanaman bioenergi," ujarnya.
Selain itu, lanjutnya, pihak dan IAEA mengadakan training course dengan menghadirkan pakar pemuliaan tanaman bioenergi IAEA, Rajbir Sangwan. Pelatihan itu fokus pada teknologi perbaikan produktivitas dan kualitas tanaman bioenergi pada lahan kering. Indonesia sebagai tuan rumah, dengan peserta pelatihan dari 14 negara di Asia, yakni Bangladesh, Pakistan, Kamboja, China, India, Korea Selatan, Laos, Malaysia, Mongolia, Myanmar, Filipina, Sri Lanka dan Vietnam.
"IAEA memberikan kepercayaan kepada lndonesia sebagai negara tujuan pelatihan dan koordinator di kawasan Asia. Kegiatannya membina peneliti muda, memanfaatkan tanaman untuk bioenergi. IAIE dalam hal ini bertindak membiayai pelatihan yang diadakan dari 23-27 Mei 2016. Sebelum kegiatan ini, sudah banyak peneliti dan ilmuwan mancanegara yang mengikuti pelatihan pemuliaan mutasi tanaman di Batan," ucapnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved