Mantan Ketua tim reformasi tata kelola migas Faisal Basri menilai, tidak salah jika banyak kalangan menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) menganut paham neo liberalisme. Bahkan, anggota Tim Komunikasi Presiden itu menilai, Jokowi lebih neolib dibandingkan mantan presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
Penilaian itu disampaikan Faisal terkait dengan cara pemerintah dalam penetapan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang diserahkan kepada mekanisme pasar. Ini berdampak pada gonjang ganjing terhadap perekonomian dan komoditas lainnya. "Nggak salah pak Jokowi disebut neolib, lebih neolib daripada SBY," ujar Faisal kepada pers di Habibie Center, Jakarta, Senin (15/06).
Faisal mengatakan, pemerintah yang bertanggung jawab tidak akan melemparkan harga BBM mengikuti fluktuasi harga pasar. Negara harus terus hadir. "Nawacita apa kalau gitu? Negara harus terus hadir," ungkap Faisal.
Faisal menyarankan, pada saat harga BBM turun, pemerintah harus mengambil ruang fiskal yang ada untuk tabungan. Tabungan itu dapat digunakan sewaktu-waktu untuk menahan peningkatan harga. "Tabungan dipakai waktu harga naik secara otomatis," ujar dia.
Faisal menambahkan, saat ini pemerintah semena-mena mengambil kebijakan dan keputusan menaikkan harga BBM bersubsidi. Akibatnya masyarakat dan pelaku industri khawatir sewaktu-waktu akan terjadi kenaikan harga BBM bersubsidi. "Kalau diserahkan pasar jadi kaya roller coster (harga BBM bersubsidi). Pemerintah bukan model ugal-ugalan seperti ini," tandas Faisal.
© Copyright 2024, All Rights Reserved