Saat ini, Indonesia belum memiliki standarisasi dan penilaian kesesuaian yang jelas sebagai landasan hukum pelaksanaan perdagangan. Atas alasan tersebut, Undang-Undang sebagai payung hukum untuk standarisasi produk lokal dan impor sangat dibutuhkan. Apalagi, pada 2015 akan diberlakukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Demikian pandangan yang disampaikan Kepala Badan Standarisasi Nasional (BSN) Bambang Prasetyo saat diskusi publik bertema "Urgensi Rancangan Undang-Undang Tentang Standarisasi dan Penilaian Kesesuaian Menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015" di Jakarta, Kamis (05/12).
Menurut Bambang, standarisasi kualitas menjadi penting supaya Indonesia bisa bersaing di pasar bebas ASEAN. Karena standarisasi ini bisa menjadi salah satu hambatan nontarif yang akan diberlakukan di pasar bebas tersebut. Sejumlah negara yang sudah penerapkan standarisasi mampu pertumbuhan produk domestik bruto (GDP) secara signifikan.
“Seperti di Perancis sejak tahun 2009 sudah penerapan standardisasi, terbukti mampu menyumbang GDP hingga 25 persen. Inggris, standardisasi perubahan teknologi pendorong inovasi sejak 2005 dan berhasil menambah produktivitas pekerja hingga 13 persen," katanya.
Begitu juga di Kanada, lanjut Bambang, dalam perbandingan 1981-2004 juga mampu meningkatkan GDP-nya secara signifikan. Di Jerman, sejak 2000, pelaku ekspor sudah menggunakan standardisasi untuk membuka pasar baru.
"Termutakhir, di Cina pada 2012 menerapkan standardisasi untuk industri perkapalan pada 2012. Hasilnya, perusahaan kapal Dalian mampu mendongkrak pendapatannya hingga US$2 juta," ujar dia.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo menambahkan, kebutuhan akan UU standardisasi dan penilaian kesesuaian sangat urgent. Hanya dengan cara itu, Indonesia mampu bersaing di MEA. Tanpa UU itu, Indonesia hanya akan menjadi tempat sampah bagi produk-produk substandard.
"Kami menyambut baik RUU Standarisasi Produk mengingat hal tersebut berkaitan langsung dengan konsumen. Meski dinilai telat, hal tersebut patut di apresiasi. Memang sudah seharusnya Indonesia memiliki standarisasi produk sebelum masuk World Trade Organization (WTO). Sehingga tidak menjadi tong sampah dari negara lain," paparnya.
Pihaknya menilai, keberadaan RUU itu memang diperlukan sebagai payung hukum. Karena regulasi barang dan jasa yang beredar merupakan tanggung jawab pemerintah. "Oleh karena itu, kami meminta agar RUU tersebut segera disahkan menjadi UU sesegera mungkin, sebelum ditetapkannya MEA pada 2015," tegasnya.
Pada kesempatan yang sama, anggota Komisi VII DPR, Mulyadi mengungkapkan, dasar pertimbangan RUU tentang standarisasi dan penilaian kesesuaian untuk memajukan kesejehteraan umum, melindungi kepentingan negera dan keselamatan, keamanan. Selain itu, juga akan melindungi kesehatan warga negara perlindungan flora dan fauna serta pelestarian fungsi lingkungan hidup.
"Standarisasi dan penilaian kesesuian merupakan salah satu alat untuk meningkatkan mutu, efesiensi produksi. Bahkan dengan standarisasi mampu memperlancar transaksi perdagangan, mewujudkan persaingan usaha yang sehat dan transparan," katanya.
Dalam era free Trade Area (FTA), menurut Mulyadi, peran standar dan penilaian kesesuian dalam perdagangan global dituntut untuk menumbuhkan kepercayaan, keterbukaan dan kompetensi dalam penilaian kesesuaian. Semua itu dilakukan oleh badan akreditasi yang kompeten yang sudah diakui dunia.
"Karena WT0 sudah menetapkan persetujuan technical barriers to trade (TBT) atau hambatan teknis perdagangan yang mengatur sebagai alat fasilitas perdangan," ucapnya.
Dijelaskan, saat ini perubahan dalam perdagangan internasional sudah mengarah pada kebutuhan akan standarisasi dan penilaian kesesuaian yang diterima secara global. Maka peran standarisasi di pasar internasional mampu mewujudkan persaiangan usaha yang sehat.
"Selain itu, mampu meningkatkan mutu dan daya saing industri dalam negeri. Sehingga standarisasi mutu ini bisa digunakan sebagai perlindungan konsumen. Jadi RUU ini memng harus segera disahkan," bebernya.
Hal senada juga dikatakan Sekretaris Fraksi Gerindra, Edhi Prabowo menyatakan, pihaknya akan terus mengawal RUU itu sampai disahkan menjadi undang-undang. Pihaknya juga menargetkan RUU itu disahkan sebelum periode jabatan DPR RI 2009-2014 selesai.
"Kami yakin, dengan standarisasi yang dimiliki Indonesia bisa mengurangi angka korupsi di negeri ini. Jadi kalau ada mark up (anggaran pembangunan) akan ketahuan. Tapi, kami tidak bisa menjanjikan pengesahan itu akan dilakukan pada sidang kali ini," pungkasnya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved