Kesepakatan awal antara pemerintah Indonesia dengan keluarga korban majikan Satinah binti Jumadi Ahmad Rabin, 40, terkait pembayaran diyat (uang pemaafan), sempat batal. Keluarga majikan Satinah berubah sikap dan membuat negosiasi menjadi sulit. Deal pembayaran diyat yang semula 5 juta riyal tunai plus 2 juta riyal dibayar dengan cara dicicil dibatalkan sepihak.
Mantan Juru Bicara Satgas TKI, Humphrey Djemat dalam keterangan pers, Senin (07/04), mengatakan, perubahan sikap keluarga korban ini dikarenakan melihat reaksi masyarakat Indonesia yang mendesak terus pemerintah agar membebaskan Satinah dan membayarkan diyatnya. “Bahkan. ada sebagian kelompok masyarakat yang melakukan pengumpulan dana untuk Satinah. Kondisi inilah yang membuat Maftuf Basyuni Cs sulit untuk bernegosiasi dengan keluarga korban," jelas dia.
Dikemukakan, tim pelobi yang dipimpin Maftuh, akan menemui keluarga korban Nusa Al Gharib mengenai pembayaran uang diyat itu. Apabila keluarga korban tersebut tetap meminta pembayaran 7 juta riyal dan dibayar secara sekaligus, maka Maftuh Basyuni akan menemui Gubernur Gaseem, Prince Faisal Bin Bandar Bin Abdul Azis Al-Saud.
Humphrey mengatakan, Gubernur Gaseem selama ini cukup membantu beberapa kali penundaan hukuman pancung. Tim akan meminta tolong Gubernur Gaseem agar dapat memberikan perpanjangan waktu pembayaran diyat 7 juta riyal tersebut," jelas dia.
Disampaikan pula, perkembangan ini juga sudah dibahas Menko Polhukam, Menlu, Kepala BNP2TKI, dan Dirjen Bina Penta Kemenaker. Keputusan rapat itu salah satunya akhirnya menyanggupi pembayaran diyat sebesar 7 juta riyal.
“Dan 1 juta real dari Asosiasi PJTKI dan dermawan Arab Saudi. Sedangkan tambahan 3 juta riyalnya merupakan sumbangan dari pengusaha di Indonesia. Jadi pemerintah tetap hanya bayar 3 juta real saja," tutur Humphrey.
Dalam rapat tersebut Menko Polhukam menyatakan bahwa penanganan masalah TKI yang terancam hukuman mati akan dipertimbangkan untuk membuat desk di kantor Menko Polhukam. “Desk tersebut terdiri dari beberapa figur terkemuka yang selama ini banyak terlibat di Satgas TKI," tegas Humphrey.
Selanjutnya, Maftuh Basyuni akan menemui Gubernur Gaseem untuk menyampaikan surat Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan permohonan penundaan pembayaran yang akan ditransfer secepatnya. Setelah itu baru pembebasan Satinah akan diurus sesuai dengan ketentuan administrasi yang berlaku di Arab Saudi. "Diharapkan akhir April ini Satinah sudah bisa pulang ke Tanah Air," ungkap dia.
Satu hal yang dirisaukan Humphrey, kedepannya mengenai uang diyat ini sebaiknya dipikirkan bersama-sama oleh seluruh masyarakat agar tidak menjadi beban tanggungan pemerintah saja. Semua pihak harus menyadari bahwa tanggung jawab diyat itu adalah hubungan antara pelaku dengan keluarga korban.
Humprey menilai pemerintah dalam kapasitasnya telah melaksanakan kewajibannya yaitu memberikan perlindungan hukum bagi TKI/WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, yaitu dengan memberikan pendampingan dan menunjuk lawyer bagi TKI/WNI yang terkena masalah hukum.
“Pemberian uang diyat yang diberikan oleh pemerintah ini akan menjadi preseden buruk bagi TKI/WNI yang lainnya dan bisa menjadi ajang pemerasan. Bagaimanapun kita harus menghargai hukum di negara lain dan tidak ada satupun orang yang bisa kebal akan hukum," tandas Humprey.
© Copyright 2024, All Rights Reserved