Ratusan ribu rakyat Brasil kembali turun ke jalan-jalan kota di Brasil, Minggu (12/04) waktu setempat. Aksi ini merupakan gelombang protes terbesar kedua sepanjang 2015. Mereka menuntut mundurnya Presiden Dilma Rousseff.
Reuters, Senin (13/04), melaporkan, jumlah pemrotes jauh lebih sedikit dari aksi protes pada 15 Maret lalu, yang diikuti oleh lebih 1 juta pemrotes dan terjadi di banyak kota.
Berdasarkan jajak pendapat yang dilakukan Datafolha, hampir dua pertiga rakyat Brasil mendukung pemecatan Dilma, walau hanya sepertiga yang mendukung aksi protes.
"Langkah terbaik adalah dia (presiden) mengundurkan diri, supaya negara tidak perlu menderita terlalu besar dengan adanya pemecatan," kata seorang pemrotes di Sao Paulo, Sandra di Giacomo,
Hasil jajak pendapat memperlihatkan terus menurunnya popularitas Dilma, yang pada Oktober 2014 masih bisa mempertahankan jabatannya, melalui persaingan ketat yang menyebabkan pilpres dua putaran.
Seruan pemecatan Rousseff meningkat, seiring menurunnya kepercayaan publik dengan melemahnya perekonomian, serta meluasnya skandal korupsi di perusahaan minyak Petrobas, yang melibatkan para pejabat pemerintah.
Penyelidikan hingga saat ini tidak menyasar Rousseff, yang bersikeras tidak tahu apa pun tentang penyuapan senilai miliaran dolar. Meskipun Rousseff menjabat sebagai CEO saat terjadinya skandal, pada 2003-2010.
"Dilma berada di atas lapisan es tipis. Masa depannya tergantung pada kasus ini," kata Cristia Lima, aktivitis organisasi Brasil Menentang Korupsi (BAC). Dia mengatakan, pemecatan dapat berdampak luas.
Jika Rousseff terpaksa turun dari jabatannya maka calon penggantinya adalah Wakil Presiden Michel Temer dari Partai PMDB, yang pemimpinnya tersangkut dalam skandal Petrobas.
© Copyright 2024, All Rights Reserved