Proposal pemanfaatan lahan Kementerian Pertahanan untuk perluasan Bandara Ahmad Yani, Semarang, Jawa Tengah, dinilai Kementerian Keuangan (Kemenkeu), tidak kredibel dan jauh dari fakta di lapangan. Akibatnya, hingga kini biaya pemanfaatan aset tersebut belum disepakati.
“Proposal tersebut dibuat oleh Angkasa Pura I (AP I) dan disampaikan oleh Kementerian Pertahanan yang memiliki kuasa atas tanah tersebut,” kata Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kemenkeu, Hadiyanto kepada pers, kemarin.
Menurut Hadiyanto, beberapa asumsi yang menjadi alasan proyek perluasan bandara itu tidak sesuai dengan kondisi saat ini. Misalnya, perhitungan pertumbuhan penumpang selama 5 tahun terakhir dicantumkan hanya 10% per tahun.
"Kesimpulan kami 5 tahun terakhir saja pertumbuhannya 16-18%. Lalu, bagaimana mungkin di proposal hanya 10%? Harusnya lebih tinggi," kata Hadiyanto.
Selain itu, kata Hadiyanto, nilai investasi proyek yang dicantumkan juga tidak dikurangi investasi yang telah diberikan Kementerian Perhubungan. Investasi awal untuk proyek tersebut diketahui sebesar Rp1,156 triliun.
"Lalu dicek, ada investasi yang dilakukan Kemenhub di situ sebesar Rp200 miliar, artinya dikurangi jadi Rp957 miliar. Artinya, ini berpengaruh terhadap semua hasil analisis kami," kata Hadiyanto.
Menurut Hadiyanto, dalam proposal kedua yang telah diperbaiki AP I masih ada fakta-fakta yang tidak sesuai dengan kenyataan di lapangan. Salah satunya asumsi-asumsi yang dijadikan patokan berdasarkan survei tahun 1998.
Dari fakta tersebut angka-angka yang dicantumkan di proposal itu dinilai tidak kredibel sehingga perlu dibahas lebih teliti. "Ini AP I profesional tidak sih. Saya saja yang birokrasi ngerti," kata Hadiyanto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved