Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menilai ada potensi terjadinya intimidasi dan ancaman terhadap para saksi dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik (e-KTP) yang kini bergulir di Pengadilan Tipikor Jakarta. LPSK membuka diri jika ada pihak-pihak yang mengajukan permohonan perlindungan.
"Kami menilai potensi intimidasi dan ancaman dalam kasus e-KTP cukup tinggi. LPSK membuka diri seandainya ada pihak yang membutuhkan perlindungan," kata Ketua LPSK Abdul Haris Semendawai kepada pers, Kamis (09/03).
Ia menambahkan, kasus korupsi merupakan salah satu dari tujuh kasus prioritas yang ditangani LPSK. Ketentuan itu sesuai dengan amanat Undang-undang nomor 31 tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Dengan terpenuhinya hak asasi para pelapor, saksi pelaku yang bekerjasama (justice collaborator), dapat membantu pengungkapan dan pemberantasan kasus korupsi.
"Kami apresiasi terdakwa yang bersedia membantu penegak hukum dengan memberikan keterangan untuk membongkar keterlibatan pihak lain," ujar Semendawai.
Dalam pembacaan dakwaan, banyak pihak yang disebut menerima dana hasil korupsi e-KTP tahun 2011-2012. Korupsi terjadi sejak proyek itu dalam perencanaan serta melibatkan anggota legislatif, eksekutif, Badan Usaha Milik Negara, dan swasta.
Hingga saat ini, baru dua terdakwa yang diadali, yakni mantan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan, Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kemendagri Sugiharto, dan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Irman.
© Copyright 2024, All Rights Reserved