Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) memutuskan akan tetap mengusung Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana sebagai pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Surabaya. Alasannya karena Risma dipandang sebagai pemimpin yang bisa menyatu dengan masyarakat Surabaya.
Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristyanto, mengatakan, keputusan itu diambil atas dasar pertimbangan yang matang. PDIP melihat penilaian masyarakat Surabaya selama ini tentang kepemimpinan Risma yang merakyat. Kepemimpinan yang bisa menjadi solusi atas persoalan rakyat di dalam memberantas kemiskinan.
“Sehingga apa yang dilakukan Ibu Risma dan didukung Mas Whisnu yang juga membantu mengkonsolidasi seluruh kekuatan mesin politik partai, maka ini menjadi perpaduan yang sempurna,” kata Hasto usai mendeklarasikan pasangan Risma dan Whisnu di Surabaya, Rabu malam (08/07).
Menurut Hasto, karakter Risma dalam mengelola pemerintahan dengan menjadikan kekuasaan sebagai alat pembebas rakyat miskin. Ditambah lagi dukungan dari partai yang solid seperti PDIP maka pasangan itu akan menjadi kekuatan yang menyatu dengan masyarakat Kota Surabaya.
“Kami yakin Bu Risma dan Mas Whisnu mampu mewujudkan harapan masyarakat Surabaya,” kata Hasto.
Hasto mengatakan, setelah deklarasi itu, PDIP membuka komunikasi politik dengan partai politik yang lain yang ingin menyatukan dengan pasangan calon ini.
“Kami buka parpol lain untuk bersatu dengan pasangan ini. Kami berharap dukungan ini dapat diberikan sesegera mungkin,” kata Hasto.
Menurut Hasto, sejauh ini PDIP sudah melakukan pendekatan dengan partai lain, terutama parpol yang selama ini mendukung Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Namun Hasto menepis anggapan bahwa Pilkada Surabaya akan hanya diikuti satu pasangan calon. Hasto yakin akan muncul pasangan calon lain selain Risma-Whisnu. Sebab setiap partai politik memiliki hak konstitusianal untuk mencalonkan kadernya atau tokoh masyarakat.
Hasto mengatakan, bila ada parpol lain yang secara sengaja mengatur skenario politik untuk tidak memunculkan calon agar pilkada diundur maka berarti parpol tersebut tidak menjalankan tugas konstitusionalnya. “Jika demikian, maka itu akan menjadi catatan buruk bagi rakyat,” pungkas Hasto.
© Copyright 2024, All Rights Reserved