Indonesia tergolong Negara yang sangat mudah dan sangat terbuka membuka pintu bagi perusahaan asing, termasuk juga dunia perbankan. Terbukti Negara seperti Malaysia dan Singapura leluasa dan punya jaringan luas dalam bisnis perbankannya. Sebaliknya ketika Indonesia ingin membuka anak perusahaan perbankan di kedua negara tersebut, sulitnya bukan main.
Hal itu diakui Direktur Utama PT Bank Mandiri Tbk, Budi Gunadi Sadikin dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Rabu (08/04). Budi mengeluhkan susahnya menembus pasar perbankan di negara-negara tetangga di kawasan ASEAN. “Bank Malaysia itu sudah punya 1.400 cabang di Indonesia. Sedangkan Indonesia belum punya satu pun cabang di Malaysia,” kata Budi.
Menurut Budi, emiten berkode BMRI itu hingga saat ini pun masih berupaya keras untuk menembus regulasi di Malaysia yang cukup sulit. Tak hanya di Malaysia saja perbankan Indonesia menemui kesulitan buka cabang. Kesulitan sama juga dialami Indonesia saat ingin membuka jaringan perbankan di Singapura.
“Singapura sudah punya 670 cabang bank di Indonesia. Indonesia hanya punya 2 cabang bank di Singapura. Satu itu BNI, satu lagi Mandiri,” ujar Budi.
Budi menilai. kondisi ini tentu mengkhawatirkan bagi industri perbankan Indonesia dalam menyongsong Masyarakat Ekonomi ASEAN. Khusus untuk industri perbankan baru akan efektif pada 2020 mendatang.
Budi menjelaskan, penguasaan pasar menjadi salah satu antisipasi agar bisa bersaing dan tidak dicaplok. Hanya saja masalahnya, negara-negara lain di kawasan juga sudah memiliki entry barrier agar perbankan Indonesia sulit masuk ke sana, salah satunya ialah dengan penerapan ASEAN GCG Index.
“Kalau tidak lewat itu, Bank Mandiri tidak bisa melewati (masuk) Singapura, Malaysia. Jadi orang-orang sana pintar juga,” pungkas Budi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved