Israel tidak lah dalam posisi yang dapat menolak kehadiran pasukan Indonesia yang akan bergabung dalam pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Lebanon. Karena itu pemerintah Indonesia tidak akan mengubris penolakan Israel tersebut.
“Pertama, resolusi PBB nomor 1701 tentang gencatan senjata di Lebanon adalah mengikat semua anggotanya. Kedua, dalam pelaksanaannya tidak ada satu negara yang dapat memvetonya," ungkap Juru Bicara Departemen Luar Negeri (Deplu) Desra Percaya di Jakarta, Senin (21/8).
Pernyataan ini dikeluarkan Desra menanggapi penolakan Israel terhadap kehadiran pasukan Indonesia dan Malaysia di Lebanon. Alasannya, Indonesia dan Malaysia tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel. Indonesia sendiri berencana mengirimkan 1.000 tentara ke Lebanon untuk memperkuat pasukan penjaga perdamaian PBB.
Desra menambahkan, kehadiran pasukan perdamaian bersama United Nations Interim Force in Lebanon (UNIFIL) adalah untuk memulihkan situasi dan mengambil tindakan di Lebanon yang hancur akibat agresi Israel. "Jadi Israel tidak punya alasan untuk menolak kehadiran pasukan Indonesia," katanya.
[Tak usah Digubris]
Protes Israel terhadap rencana kehadiran pasukan perdamaian dari Indonesia serta beberapa negara lain yang tidak mempunyai hubungan diplomatik dengan Israel ke Libanon mendapat komentar dari banyak kalangan.
Menurut Ketua MPR Hidayat Nurwahid, pernyataan Israel tidak perlu digubris. "Indonesia tidak perlu mendengar apa yang dikatakan Israel. Indonesia dalah anggota PBB dan bukan bawahan Israel," ujar Hidayat usai mengikuti pengambilan sumpah Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshiddiqie di Kantor MK, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (22/8/2006).
Menurut dia, yang terpenting adalah Indonesia dan Libanon sama-sama anggota PBB dan OKI. Hal itu sudah cukup menjadi alasan keterlibatan Indonesia di Libanon. "Libanon bukan kawasan Israel, jadi saya tidak berwenang melarang kehadiran Indonesia di negara itu. Isreal tidak boleh membuat tafsir macam-macam," ujar dia.
Kader PKS ini menambahkan, resolusi Dewan Keamanan (DK) PBB untuk gencatan senjata Israel dan Libanon belum menyelesaikan masalah. Resolusi ini tidak menghentikan invasi Israel ke Palestina. "Padahal invasi ini justru menciderai demokrasi yang ingin dikembangkan AS di Timur Tengah," terang Hidayat Nurwahid.
[Ulur Waktu]
Sementara itu, Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono memandang sikap israel itu tidak masuk akan dan hanya ulah untuk mengulur-ulur waktu saja. “Itu hanya ulah Israel untuk mengulur-ngulur waktu saja," kata kata Menhan Juwono Sudarsono usai menerima Menhan Singapura Teo Chee Hean di kantor Dephan, Jl Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Selasa (22/8/2006).
Juwono menjelaskan, sebenarnya tidak ada syarat tertentu bagi negara-negara yang tergabung dalam pasukan perdamaian PBB karena keikutsertaan negara-negara tersebut sepenuhnya ditentukan oleh kewenangan PBB sendiri.
"Yang menentukan itu PBB, bukan Israel. Karena pada tahun 1957 kontingen Garuda I kita juga menjadi peace keeping operation di wilayah sengketa Israel dan negara-negara Arab," tutur Juwono yang juga guru besar ilmu politik UI ini.
Mengenai permintaan Israel agar pasukan perdamaian juga ditugaskan untuk melucuti senjata Hizbullah, Juwono menegaskan jika hal itu sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah Libanon.
"Semua personel bersenjata Hizbullah ditangani oleh pemerintah dan tentara Libanon. Kita di UNIFIL (United Nations Interim Force In Libanon) hanya mem-back up saja," imbuh Juwono.
Sementara mengenai keberangkatan 1.000 pesonel TNI yang akan bertugas di Libanon, hal ini masih menunggu keputusan dari PBB. Namun Juwono menuturkan bahwa Menlu Hassan Wirajuda terus melakukan kontak dengan perwakilan RI di PBB.
"Kita harapkan dalam hari-hari ini ada mandat yang jelas tentang tugas peace keeping operation, kapan dan di mana bertugas. Tapi kita persiapkan tim aju (pendahuluan) berjumlah 12 orang, termasuk 3 personel dari Deplu untuk menjadi tim awal datang ke sana," jelas pria kelahiran Ciamis ini.
© Copyright 2024, All Rights Reserved