Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman resmi menghentikan sementara (moratorium) reklamasi di pantai utara Jakarta. Kebijakan itu disepakati berdasarkan rapat yang dilakukan antara Kemko Kemaritiman, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), dan Pemprov DKI Jakarta.
Menteri Koordinator Kemaritiman, Rizal Ramli mengatakan, kontroversi yang terjadi dari reklamasi ini sedianya merupakan hal yang wajar jika ada tarik-menarik. Pasalnya, setiap kebijakan publik pasti akan selalu mengalami hal-hal seperti itu, tidak terkecuali reklamasi ini.
“Agar semua objektif bisa dicapai, kami meminta untuk sementara kita hentikan, moratorium reklamasi teluk Jakarta sampai persyaratan UU dipenuhi,” ujar Rizal seusai rapat di kantor Kemko Kemaritiman, Jakarta, Senin (18/04).
Rizal mengatakan, dalam setiap kebijakan yang dibuat, pemerintah tidak bisa merumuskan dengan hanya mementingkan satu pihak, entah itu negara, rakyat, maupun pihak swasta.
Jika hanya rakyat yang dipentingkan, pun belum tentu kebijakan tersebut bisa jalan, termasuk jika hanya swasta juga hal tersebut tidak baik. Oleh karena itu, katanya, pembuat kebijakan harus mengombinasikan ketiga hal tersebut supaya adil.
“Soal reklamasi, ini hal biasa sekali. Di seluruh dunia banyak reklamasi, yang penting memenuhi 3 objektif tadi. Kepentingan negara, rakyat dan swasta dari segi bisnis supaya ada sinergi. Kalau ada risiko-risiko menyangkut lingkungan hidup, banjir dan sebagainya diselesaikan secara teknis. Dalam kaitan itu, kami simpulkan, reklamasi merupakan salah satu pilihan dalam pembangunan,” ujar dia.
Kendati demikian, pihaknya juga mengakui dari hal yang dilakukan akan ada manfaat dan risiko yang ditanggung. Manfaat untuk reklamasi ini pun disebutkannya sudah jelas, sedangkan risikonya harus dikurangi sekecil mungkin.
Dijelaskan, pilihan untuk moratorium reklamasi tersebut, karena juga pihaknya masih melihat adanya peraturan yang belum lengkap. Mulai dari Undang undang (UU) nomor 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang kemudian direvisi dengan UU Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau, Peraturan Presiden (Perpres) 122 tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Perpres nomor 54 tahun 2008 tentang tata ruang Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Cianjur (Jabodetabekjur), hingga Keputusan Presiden (Keppres) nomor 52 tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta.
Pemerintah juga memutuskan untuk membentuk komite gabungan guna menyelesaikan permasalahan ini secepatnya. Komite gabungan tersebut terdiri atas masing-masing 2 orang direktur jenderal (dirjen) dari Kementerian LHK, KKP, Kementerian Dalam Negeri, serta Sekretariat Kabinet, sedangkan dari Pemprov DKI Jakarta, anggotanya adalah deputi gubernur bidang tata ruang dan lingkungan hidup, kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda), asisten pembangunan, Biro Hukum, Dinas Kelautan, Pertanian, dan Peternakan DKI, serta Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP).
“Mulai Kamis (21/4) akan mulai rapatkan apa saja yang perlu diselaraskan dari aturan-aturan yang ada. Mereka lakukan audit dari aturan yang ada. Kami mau selesaikan masalah secara tuntas,” pungkasnya.
Rapat koordinasi ini dipimpin oleh RIzal Ramli dan dihadiri oleh Menteri LHK Siti Nurbaya,Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, serta Dirjen Pengelolaan Ruang Laut KKP, Bramantyo Satyamurti Poewardi.
© Copyright 2024, All Rights Reserved