Kementerian Pertanian (Kementan) bersinergi dengan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) untuk mengembangkan kawasan sains dan enjinering pertanian modern dan membangun Politeknik Pembangunan Pertanian di Serpong. Keduanya akan berorientasi sebagai pusat penyediaan dan pengembangan sains dan enjinering pertanian yang unggul.
“Sederhana saja, kita ini negeri agraris. Untuk mengembangkannya, kita harus mengubah paradigma petani dari tradisional ke modern. Satu kuncinya, yaitu dengan pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi," kata Menteri Pertanian Amran Sulaiman disela-sela meninjau lokasi Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BB-Mektan) Serpong, Tangerang Selatan, Kamis (01/03).
Menurutnya, saat ini kawasan sains dan enjinering pertanian Serpong sudah melakukan pembangunan beberapa infrastruktur penunjang. Seperti Gedung Galeri, Penataan lahan dan jalan usaha tani, Rumah tanam terkendali, penataan sistem irigasi mikro dan embung untuk mendukung usaha tani pertanian modern.
“Selain itu, di kawasan tersebut juga telah dilakukan pengembangan berbagai teknologi enjinering, berupa prototipe alat dan mesin pertanian (alsintan) pendidikan usaha tani pertanian modern. Yang berfungsi untuk komoditi padi, komoditi jagung, komoditi bawang merah dan cabe, komoditi tebu dan kakao,” terangnya.
Dijelaskan, dengan adanya alat tersebut, petani bisa menekan biaya produksi hingga 50 persen. Keuntungan lainnya, petani bisa mempercepat tanam. Sehingga bisa mengurangi kerugian panen. Jika dengan cara tradisional, kehilangan panen bisa mencapai 10,2 persen, maka dengan alat modern (combine harvester) kehilangan panen bisa ditekan sedikit mungkin atau hanya sekitar 0,2 persen.
“Sehingga bidang pertanian bisa semakin maju dan modern. Penggunaan tenaga kerja juga berkurang. Jika biasanya memerlukan tenaga kerja dalam 1 ha sebanyak 5 orang, maka penggunaan alsintan hanya perlu 1 orang. Artinya, kita juga bisa menghemat waktu panen dan mempercepat penanaman kembali. Apalagi, Indonesia ini merupakan megara agraria yang hampir 60 persen penduduknya adalah petani,” ulasnya.
Sayangnya, lanjut Amran, dalam perkembangannya penduduk Indonesia masih banyak yang menjadi petani tradisIonal. Karena untuk mengubah pertanian tradisional ke pertanian kesejahteraan tidaklah mudah. Pihaknya pun sudah melakukan pendekatan kesejahteraan yang berorientasi pada keuntungan petani.
“Pertanian di Indonesia harus berubah paradigmanya, dari tradisional menuju modern. Karena itu pertanian tidak akan maju tanpa adanya mekanisasi. Untuk itu, paradigma pembangunan pertanian harus berubah dari tradisional menjadi modern. Salah satu caranya adalah dengan mendorong mekanisasi pertanian,” paparnya.
Amran mengakui kawasan tersebut sebagai satu-satunya unit yang memproduksi teknologi pertanian modern yang mudah diaplikasi, ramah lingkungan, mampu meningkatkan produksi dan efisiensi serta kesejahteraan petani. Sebab, pembangunan kawasan tersebut merupakan upaya mewujudkan pembangunan pertanian modern yang bersifat precision farming.
“Lembaga riset yang kami kembangkan saat ini sudah sangat baik. Namun, supaya ke depan bisa menjadi pusat penyedia dan pengembangan ilmu pengetahuan, yang ada saat ini masih perlu ditingkatkan lagi. Kami kembangkan areal selaus 30 ha ini, bila perlu ini jadi pusat mekanisasi terbaik di Asia bahkan di dunia,” tuturnya.
Sementara itu, Menristekdikti Mohammad Nasir menambahkan, tugasnya kedepan adalah merevitalisasi tempat riset dan perguruan tinggi yang ada di kawasan tersebut. Oleh sebab itu, pihaknya akan memjadikan kawasan tersebut sebagai KEK untuk pendidikan. Sehingga nantinya, perguruan tinggi yang akan dibangun di kawasan tersebut adalah perguruan tinggi asing (PTA) yang bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia.
“Tujuannya, PTA dan peneliti asing bisa bekerja sama dengan perguruan tinggi dan peneliti yang ada di Indonesia. Karena saya menargetkan perguruan tinggi itu bisa menghasilkan alat pertanian yang tercanggih paling tidak di Asia Tenggara. Namun, kami tidak bisa sembarangan memilih perguruan tinggi yang akan dibangun di kawasan tersebut,” ucapnya.
Diungkapkan, minat PTA yang hendak membuka akses di Indonesia semakin banyak. Seperti beberapa Universitas di Taiwan, Singapura, dan lain-lain. Namun, yang hingga kini sudah menunjukkan keseriusannya baru dua PTA dan itu sudah luar biasa. Walaupun yang mau banyak, tapi pihaknya harus bisa memastikan PT yang masuk ke Indonesia adalah PT yang berkualitas.
“Apalagi saat ini, kami tengah melakukan revitalisasi tempat riset. Kawasan tersebut akan menjadi mengembangan inovasi sektor pertanian. Sinergi ini diharapkan bisa menciptakan swasembada yang lebih baik, meningkatkan efisiensi, dan mendapatkan nilai tambah bagi masyarakat,” imbuh Nasir.
© Copyright 2024, All Rights Reserved