BERAWAL dari kekalahan dengan Bahrain 1-2 di menit perpanjangan waktu. Pasca pertandingan di ruang ganti, para pemain meminta agar coach Shin Tae-yong alias STY berdiskusi dan menyampaikan strategi yang dimainkan saat kalah dengan Bahrain.
Namun STY menolak, bahkan dengan keras berteriak: Strategi adalah hak pelatih!
Sejak saat itulah terjadi kegaduhan di timnas. Karena bagi pemain, berbicara dan evaluasi adalah hal biasa di Eropa.
Perbedaan persepsi ini semakin membesar, dan konon merambat hingga memberikan “hukuman” non teknis pada laga berikutnya melawan China pada 15 Oktober 2024.
Kita terheran-heran saat itu dan menganggap mengapa STY melakukan eksperimen dan gagal saat lawan Cina. Dimana Thom Haye, Jordi Amat, Sandy Walsh, bahkan Malik Risaldi, diparkir di bangku cadangan. Yang mengejutkan pula, ban kapten Jay Idzes tiba-tiba dicopot, lalu dipindahkan ke lengan Asnawi Mangkualam.
Eksperimen tersebut lebih dilandasi oleh hukuman yang diberikan oleh STY kepada sejumlah pemain yang paling menuntut adanya diskusi dan evaluasi usai pertandingan. Ada dinamika non teknis—seperti pergesekan ego, miskomunikasi, atau kendala kultura yang memicu keretakan semakin melebar.
Ketidakharmonisan tersebut melibatkan Mees Hilgers dan Eliano Reijnders, dua pilar diaspora yang baru-baru ini mulai unjuk gigi bersama skuad Garuda.
Kabar pun sempat mengira kemungkinan potensi “gesekan baru” jika Ole Romeny ikut bergabung, mengingat kepribadiannya disebut mirip dengan Mees Hilgers.
PSSI pun, menurut sumber, terpaksa turun tangan langsung demi meredam keadaan. Itulah mengapa kita melihat pertandingan kontra Bahrain, Cina, Jepang dan Arab Saudi, Ketua Umum PSSI Erick Thohir alias Eto selalu hadir di ruang ganti untuk memotivasi dan menjaga keharmonisan timnas.
Tentu kita bertanya-tanya saat timnas melawan Cina, Arab Saudi dan Jepang bermain seperti tanpa visi. Kemenangan melawan Saudi disebut tidak lepas dari faktor keberuntungan.
Dipecatnya STY meski menyakitkan hati namun hal itu adalah wewenang PSSI.
Namun publik kembali bertanya-tanya mengapa PSSI memilih Patrick Kluivert sebagai pelatih baru Timnas Indonesia.
Rekam jejak Kluivert di dunia kepelatihan setidaknya belum tergolong gemilang. Malah cenderung meredup.
Pengalaman pahit Eto saat di Inter Milan menggantikan Roberto Mancini dengan pelatih baru seharusnya menjadi pelajaran.
Apalagi untuk sekelas timnas yang sedang fokus di penyisihan Piala Dunia mengganti pelatih yang minim prestasi jelas penuh resiko.
Seharusnya Eto tidak hanya berpaku pada keharmonisan timnas tapi juga melihat kualitas pelatih yang menggantikan STY.
Patrick Kluivert sebagai pemain memang moncer tapi sebagai pelatih prestasinya masih meragukan.
*Penulis adalah Pemerhati Sepak Bola
© Copyright 2025, All Rights Reserved