Ombudsman RI mengusulkan agar Kementerian Agama (Kemenag) melakukan moratorium pendaftaran ibadah umrah selama 2 bulan. Dalam masa moratorium itu, Kemenag diminta audit menyeluruh terhadap semua penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU).
“Selama moratorium pendaftaran, Kemang harus memastikan bahwa seluruh jemaah yang telah terdaftar di semua PPIU dijamin dapat berangkat," ujar anggota Ombudsman, Ahmad Suaedy dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (17/04).
Ombudsman juga mengusulkan agar Kementerian Pariwisata melakukan pengawasan terhadap Dinas Pariwisata di kabupaten/kota terkait pendaftaran dan pengajuan izin baru sebagai biro perjalanan wisata (BWP).
"Selain itu Ombudsman juga mengusulkan agar kepolisian secara aktif melakukan penyelidikan atas dugaan adanya keterlibatan dan conflict of interest terhadap oknum-oknum di Kemenag," sambung Suaedy.
Dalam pemeriksaan terkait kasus gagal berangkat calon jemaah umrah, Ombudsman menemukan maladministrasi Kemenag. Kemenag dinilai tidak optimal mengawasi penyelenggara perjalanan umrah.
Suaedy mengatakan, temuan ini berdasarkan serangkaian pemeriksaan terkait penipuan dan gagal berangkat jemaah umrah oleh penyelenggara perjalan ibadah umrah Abu Tours. Dari pemeriksaan, ada 4 maladministrasi yang dilakukan Kemenag dan 1 maladministrasi yang dilakukan Kementerian Pariwisata.
"Maladministrasi yang dilakukan Kementerian Agama meliputi tidak kompeten, pengabaian kewajiban hukum, penyimpangan prosedur dan penyalahgunaan wewenang. Sementara ditemukan satu maladministrasi yang dilakukan oleh Kementerian Pariwisata yaitu pengabaian kewajiban hukum," ujar Suaedy.
Dalam temuannya, Ombudsman menemukan kasus jemaah gagal berangkat umrah dengan korban sebanyak 56 ribu jemaah. Total dana yang hilang sekitar Rp 830 miliar. Dari kasus ini, Ombudsman sudah menyurati Kemenag untuk menindaklanjutinya.
"Meskipun Kemenag telah menindaklanjuti sebagian saran Ombudsman dengan keluarnya PMA Nomor 8 Tahun 2018, namun penipuan dan kasus gagal berangkat ternyata terulang kembali di PT Abu Tours dengan jumlah korban yang lebih besar yaitu dengan korban sebanyak 86 ribu jemaah dengan penggelapan dana sebesar Rp 1,8 triliun," sambungnya.
Bukan cuma Abu Tours, Ombudsman menemukan kasus serupa terjadi di PT Solusi Balad Lumampah dengan jumlah korban mencapai 12.645 jemaah dan di PT Hanien Tours sejumlah 58.862 jemaah.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan, Ombudsman menemukan ada empat maladministrasi yang dilakukan Kemenag dalam pengawasan penyelenggaraan layanan ibadah umrah. Pertama, Kemenag tidak kompeten misalnya tidak efektifnya pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja PPIU sehingga banyak jemaah umrah yang gagal berangkat dan tidak dapat memperoleh penggantian biaya dari PPIU," papar Suaedy.
Kedua, Kemenag melakukan pengabaian kewajiban hukum karena lambat dalam memberikan sanksi terhadap PPIU yang gagal memberangkatkan jemaah dan terkait dugaan kasus penipuan dan penggelapan dana jemaah.
Ombudsman menyebut terjadi juga praktik maladministrasi berupa penyimpangan prosedur dengan membiarkan transaksi antar calon jemaah dengan PPIU tanpa kontrak tertulis yang dapat merugikan calon jemaah umrah.
"Bentuk maladministrasi yang dilakukan Kemenag adalah penyalahgunaan wewenang misalnya dengan memberikan kesempatan Abu Tours memberangkatkan calon jemaah secara ilegal setelah izinnya dicabut dengan penambahan biaya bagi calon jemaah umrah," ujar Suaedy.
Selain itu, Ombudsman juga menemukan ada satu maladministrasi yang dilakukan Kemenpar yaitu pengabaian kewajiban hukum. Bentuknya dengan tidak melakukan pengawasan terhadap pengajuan izin baru Biro Perjalanan Wisata (BPW) yang berani menyediakan layanan paket ibadah haji khusus dan umrah dengan mengabaikan persyaratan untuk menjadi PPIU yaitu harus sudah berdiri minimal 2 tahun
"Atas temuan maladministrasi tersebut, Ombudsman mengeluarkan sarana kepada Kemenag, Kemenpar untuk melakukan tindakan korektif. Banyak langkah perbaikan yang harus dilakukan oleh Kemenag untuk memperbaiki penyelenggaraan ibadah umrah,” tandas dia.
© Copyright 2024, All Rights Reserved