Mahkamah Konstitusi (MK) meringankan syarat calon independen untuk maju dalam pemilihan kepala daerah (pilkada). Jika sebelumnya, dukungan minimal berdasarkan persentase jumlah penduduk, MK mengubahnya menjadi banyaknya prosentase pemilih.
Putusan ini mengabulkan permohonan Gerakan Nasional Calon Independen (GNCI) yang menggugat Pasal 41 ayat (1) dan (2) UU nomor 8 tahun 2015 tentang Pilkada karena dianggap memberatkan calon independen yang akan maju di Pilkada.
“Kendati pun tidak diskriminatif sepeti yang didalilkan pemohon, Pasal 41 ayat 1 dan 2 telah nyata menghambat pemenuhan hak untuk memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan," sebut pertimbangan MK yang dibacakan hakim Konstitusi I Gede Dewa Palguna dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (29/09).
GNCI mempermasalahkan Pasal 41 ayat 1 dan 2 karena basis dukungan harus berdasarkan jumlah penduduk, dan bukan dari jumlah warga yang tercantum dalam daftar pemilih.
Agar terdapat kepastian hukum yang adil, maka MK berpendapat basis dukungan harus berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) di pemilu sebelumnya, sama dengan calon dari partai politik.
“Mahkamah berpendapat bahwa basis dukungan haruslah menggunakan masyarakat yang sudah memiliki hak pilih. DPT yang dimaksud adalah DPT pada pemilu sebelumnya," terang dia.
Dengan demikian, MK menyatakan, pasal 41 ayat 1 dan 2 adalah inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak diartikan bahwa dasar perhitungan bagi perseorangan yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah adalah mengacu pada DPT di pemilu sebelumnya.
Meski demikian, MK menyatakan, putusan ini baru akan berlaku pada pilkada setelah 9 Desember 2015 mendatang. Artinya, pada pilkada serentak akhir tahun ini, masih menggunakan peraturan sebelumnya.
"Mengingat tahapan-tahapan sudah berjalan, sedangkan putusan mahkamah tidak berlaku surut, agar tidak ,menimbulkan kerancuan penafsiran, maka mahkamah penting menegaskan bahwa putusan ini berlaku pada pilkada setelah pilkada serentak tahun 2015," demikian putusan MK.
© Copyright 2024, All Rights Reserved