Tenggelamnya nilai tukar rupiah hari ini hingga menembus level Rp14.800 per US$1 dikarenakan faktor ekonomi dan faktor non-ekonomi. Faktor non-ekonomi yang memperpuruk nilai tukar mata uang garuda terhadap dolar AS diantaranya, faktor politik, faktor sosial, dan faktor psikologis.
“Faktor yang kedua ini (non-ekonomi) semakin besar, sehingga pemerintah kebobolan,” kata Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Didik J Rachbini di Jakarta, Selasa (29/09).
Menurut Didik, banyaknya pejabat di kalangan internal yang berkelahi satu sama lain menunjukkan faktor kepemimpinan di negeri ini lemah. “Terlalu banyak bos di negeri ini. Sehingga komando kebijakan tidak turun secara efektif,” kata Didi.
Faktor non-ekonomi lain yakni kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap rupiah. Didik bilang, sekarang ini rumah tangga sudah mulai menggeser portofolionya ke mata uang dolar AS.
“Daripada rupiah jeblok, lebih baik tidak dapat suku bunga tinggi, tapi aman pegang valuta dolar AS. Ini faktor psiokologis,” kata Didik.
Didik mengatakan, faktor psikologis tersebut tak ayal menambah masalah yang seharusnya tidak terjadi. Saat ini pasar melihat bahwa modal sosial tim pemerintah rendah. Hal tersebut ditunjukkan dalam perkelahian internal satu sama lain.
“Satu tim kolektif saling tidak percaya, mana mungkin menghasilkan kebijakan yang efektif,” ujar Didik.
Didik mengatakan, hal yang pasti, di luar faktor non-ekonomi tersebut, ada pula faktor ekonomi yang menekan nilai tukar rupiah. Beberapa di antaranya yakni, perkembangan ekspor yang belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan, inisiatif otoritas moneter yang kurang, serta paket kebijakan yang dikeluarkan terlambat.
© Copyright 2024, All Rights Reserved