kejadian mirip di Indonesia, ratusan pabrik di Thailand terpaksa menghentikan produksi mereka tahun 2024 terdampak melimpahnya barang impor murah dari China.
Kementerian Perindustrian Thailand mengungkapkan, di antara yang paling terpengaruh adalah pabrik yang memproduksi elektronik, baja, dan plastik.
“Pabrik komponen elektronik dan papan sirkuit cetak yang tertutup memiliki nilai investasi tertinggi sebesar 2,29 miliar baht (Rp1 triliun),” kata Menteri Perindustrian Pimphattra Wichaikul, seperti dikutip dari Bangkok Post, Sabtu (29/6/2024).
Kemudian di urutan kedua adalah pabrik baja dan besi dengan investasi sebesar 1,45 miliar baht (Rp645 miliar), diikuti fasilitas manufaktur plastik senilai 930 juta baht (Rp413 miliar).
"Sejak Januari hingga Mei 2024, total ada 488 pabrik di seluruh sektor industri menghentikan bisnisnya," kata Pimphattra, mengutip statistik dari Departemen Pekerjaan Industri Thailand.
Beberapa perusahaan memutuskan untuk memberhentikan total 12.551 pekerja selama periode lima bulan ini.
"Alasan utama yang menyebabkan perusahaan melakukan PHK dan penutupan pabrik adalah kurangnya daya saing mereka, dibandingkan dengan beberapa negara asing yang mengekspor produk ke Thailand," kata Pimphattra.
Produsen lokal Thailand kalah bersaing dengan kompetitor yang menjual produk dengan harga lebih murah.
"Beberapa di antaranya memutuskan untuk memecahkan masalah ini dengan merelokasi fasilitas produksi mereka ke negara tetangga untuk memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas," kata Pimphattra.
Sebelumya, Asosiasi Produsen Baja Produk Panjang (EAF) menyatakan banyak produsen baja lokal kemungkinan akan menutup bisnis mereka tahun ini setelah menyerah terhadap banjir dumping dari China.
"Impor baja Tiongkok telah mengurangi pemanfaatan kapasitas industri baja Thailand, dengan tingkat penurunan menjadi 28 persen antara bulan Januari dan Februari, menandai titik terendah baru," kata asosiasi tersebut.
Menurut Kantor Ekonomi Industri Thailand, diperkirakan Indeks Produksi Manufaktur Thailand akan tetap datar atau naik 1% tahun-ke-tahun pada tahun 2024, yang merupakan penurunan dari proyeksi sebelumnya sebesar pertumbuhan 2%-3%.
Sementara di Indonesia, Pemerintah mengakui semakin banyak produk murah dari China masuk ke Indonesia. Di sisi lain, tidak mudah mengawasi gelombang impor yang terjadi.
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis Direktorat Jenderal Bea Cukai (BC) Kementerian Keuangan, Mohammad Aflah Farobi, beberapa waktu lalu menjelaskan, dokumen pengiriman barang atau consignment note (CN) melonjak drastis.
Catatan barang impor ke Indonesia pada 2018 hanya 5 juta per tahun. Pada 2019-2023 melonjak menjadi 60 juta per tahun. Kebanyakan barang-barang itu berasa dari China.
Badan Pusat Statistik (BPS) mengungkapkan negara asal utama impor selama 2023 paling banyak berasal dari China dengan nilai 62,18 miliar dolar AS. Jumlah share-nya mencapai 28,02% terhadap total impor yang mencapai 221,89 miliar dolar AS. []
© Copyright 2024, All Rights Reserved