Aksi kekerasan yang dilakukan Front Pembela Islam (FPI) telah meresahkan masyarakat. Kasus tewasnya seorang perempuan yang ditabrak oleh anggota FPI di Kendal, Jawa Tengah adalah kekerasan yang kesekian kalinya melibatkan ormas ini. Desakan dari masyarakat agar pemerintah membubarkan FPI kembali mencuat. Bahkan, situs resmi organisasi tersebut sempat dibajak oleh hacker.
Dalam pandangan Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Melanie Leimena Suharli, aksi tersebut merupakan bentuk protes masyarakat terhadap sikap FPI yang kerap membuat onar dalam berbagai aksinya.
"Saya rasa tindakan pembajakan situs tersebut merupakan bentuk protes dan respon dari masyarakat yang kita harus perhatikan. Itu artinya masyarakat tidak menerima tindakan dan keberadaan FPI,” kata Melani kepada politikindonesia.com di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (24/07).
Melanie mendukung pembubaran ormas-ormas anarkistis, termasuk FPI. Namun, proses pembubaran tersebut sebaiknya dilakukan dengan hati-hati, dan memperoleh dukungan dari Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah.
“Menindak harus hati-hati, baiknya dikumpulkan dulu semua unsur dari Muhammadiyah dan NU dan sepakat bahwa Islam tidak kekerasan. Jadi, kalau sudah 2 ormas besar itu bersikap, nanti kan yang dibawahnya akan mengikuti sehingga semua masyarakat sepakat dan diambil keputusan usulan pembubaran, misalnya,” ujar dia.
Tanpa dukungan NU dan Muhammadiyah, Melanie khawatir pembubaran ormas tersebut memperoleh resistensi. “Nanti ada yang bilang tidak boleh atau melanggar HAM. Makanya, Kementerian Dalam Negeri bisa mengundang elemen masyarakat ini dan mengambil keputusan bersama,” ujar Melanie.
Lulusan STIA Yappan ini menilai beberapa ormas Islam saat ini salah kaprah dengan konsep keislaman di Indonesia. “Islam ini tidak ada mengajarkan kekerasan. Selain itu, Indonesia memegang asas Pancasila dan Bhinneka Tunggal Ika yang harus dihormati,” ucap perempuan kelahiran Jakarta 27 Januari 1951 ini.
Kepada Elva Setyaningrum, politisi perempuan dari Partai Demokrat ini juga menanggapi pernyataan Ketua FPI yang menyebut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai pecundang. Ada sejumlah solusi yang disampaikannya untuk mendamaikan situasi ini. Berikut wawancaranya.
Apa komentar anda atas peristiwa anarkis yang terjadi di Kendal yang melibatkan FPI?
Secara pribadi, saya berpendapat apa yang dilakuakn FPI telah bertentangan dengan moral dan sosial. Beberapa ormas Islam saat ini telah salah kaprah dengan konsep keislaman di Indonesia. Islam itu tidak ada mengajarkan kekerasan.
Saya beranggapan, sebenarnya FPI itu tak paham ajaran agama Islam dan nilai-nilai Pancasila. Di Pancasila saja ada unsur ketuhanan, itu bukan berarti Islam. Dengan menjaga memaknai Bhinneka Tunggal Ika. Jadi persepsi FPI dalam setiap melakukan tindakan mungkin saja dengan mengutamakan perintah agama. Sayangnya, perintah agama yang menjadi pedoman FPI salah diartikan. Karena, dalam ajaran agama Islam sama sekali tidak diajarkan kekerasan dan tindakan anarkisme.
Banyak protes atas tindakan FPI tersebut, bahkan ada yang meretas situs mereka, komentar anda?
Ini adalah bentuk ketidak-sukaan rakyat Pembajakan atas website milik FPI tersebut adalah respon dari masyarakat yang harus kita perhatikan. Bahkan lebih dari satu kelompok yang melakukannya.
Tapi saya tetap memperingatkan para hacker itu untuk memperhatikan dampak hukum yang bisa menimpa mereka. Hal itu sebagai antisipasi aksi yang dapat melanggar undang-undang (UU). Saya pribadi, apa yang dilakukan FPI sudah bertentangan dengan moral dan sosial.
Presiden kritik anarkisme, tapi FPI malah sebut SBY pecundang, tanggapan anda?
Secara pribadi, saya sangat menyesalkan tindakan tersebut. FPI arogan. Sudah tidak lagi menghormati simbol-simbol negara. Negara kita ini berpedoman pada Pancasila, Indonesia bukan negara Islam. Semboyan negara kita juga Bhinneka Tunggal Ika.
Saya sendiri sebagai seorang muslim melihat bahwa Islam mencerminkan perilaku santun dan kedamaian. Kami memaknai Islam untuk menjembatani persatuan supaya dunia jadi damai.
Lantas apa saran anda untuk mendamaikan situasi ini?
Sebaiknya pemerintah mengajak FPI berdialog. Tujuannya, agar pemerintah memahami apa yang diinginkan FPI dan FPI juga memahami apa yang diinginkan pemerintah. Kalau kekerasan dibalas dengan kekerasan, tidak akan menemui satu titik.
Namun jika dalam dialog itu tidak ada titik temu, dan FPI masih tetap berbuat anarkis, maka harus ada tindakan dan sanksi tegas.
Ada saran lain?
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) harus menggelar forum komunikasi secara terbuka dengan FPI dan Ormas Islam lainnya, seperti NU dan Muhammadiyah untuk menemukan solusi dari persoalan ini. Anarkisme FPI tidak bisa dilawan dengan sikap represif kepolisian. Dikhawatirkan, jika dilakukan oleh polisi secara tegas malah melanggar hak asasi manusia (HAM). Jadi menindaknya harus dengan cara yang hati-hati.
Apa harapan Anda dengan adanya peristiwa FPI ini?
Saya berharap umat Islam di Indonesia bisa menjaga persatuan terhadap agama dan suku manapun. Karena Indonesia bukanlah negara Islam, melainkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang menjaga semboya Bhineka Tunggal Ika.
© Copyright 2024, All Rights Reserved