Akhirnya Dubes RI untuk Malaysia, Roesdihardjo Kamis (1/6) sekitar pukul 08.00 pagi memenuhi panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Roesdihardjo diperiksa KPK terkait dalam kasus pungutan liar yang dilakukan pejabat Konsulat Jenderal (Konjen) RI di Penang, Malaysia. Hingga pukul 23.00 Roesdihardjo belum kelihatan meninggalkan gedung KPK, ini berarti telah 15 jam dirinya diperiksa.
Menurut data KPK pungutan liar (pungli) yang dilakukan oleh Konjen RI di Penang tersebut terjadi pada kurun 2004 hingga 2005. Jelas pungli tersebut terjadi pada masa kepemimpinan mantan Kapolri tersebut. Ini karena Roesdihardjo diangkat menjadi Dubes RI untuk Malaysia pada tahun 2002 di masa Presiden Megawati dan hingga kini masih menjabat.
KPK, dalam perkara yang sama menahan mantan Kepala Sub Bidang Imigrasi Konjen RI di Penang, Muh. Khusnul Yakin Payopo dan mantan perwakilan Konjen RI di Penang Periode 2004-2005, Erick Hikmat Setiawan. Erick-lah yang memnerikan penjelasan kepada KPK bahwa pungutan tersebut seakan-akan diresmikan melalui Surat Keputusan Dubes RI untuk Malaysia.
Berdasarkan penyidikan KPK, menurut Wakil Ketua KPK Bidang Pencegahan, Tumpak Hatorangan Panggabean, ditemukan bukti keterlibatan Erick secara bersama-sama dengan Khusnul menaikkan tarif pungutan pengurusan dokumen keimigrasian terhadap WNI khususnya TKI yang berada di Penang, Malaysia.
"Dari hasil pemeriksaan terhadap yang bersangkutan, dia mengaku turut menikmati hasil pengumpulan dana dari tarif yang ditarik secara berlebih itu sejak 2004 hingga 2005," jelas Tumpak kepada para wartawan.
Erick, masih menurut Tumpah, selama tahun 2004 dirinya menerima sebesar 7.000 ringgit atau sekitar Rp17,5 juta per bulan. Sedangkan sepanjang 2005, uang yang diterima Erick meningkat menjadi sebesar 14.000 ringgit atau sekitar Rp35 juta per bulan. Uang tersebut, aku Erick, diterimanya dari mantan Kasubid Imigrasi Konjen RI di Penang, Muhammas Khusnul Yakin Payopo.
Selain itu, menurut Tumpak berdasarkan hasil pemeriksaan, Erick juga mengetahui adanya dua surat keputusan dari Duta Besar RI untuk Malaysia tentang tarif biaya keimigrasian yang didasarkan oleh PP No 26 Tahun 1999 tentang tarif keimigrasian.
Tarif resmi ditentukan melalui SK Dubes RI untuk Malaysia yang mengacu pada PP No 26 Tahun 1999 tentang tarif biaya keimigrasian. Namun, Khusnul dengan diketahui oleh Erick sebagai atasannya, diduga menggandakan SK tersebut untuk menaikkan tarif resmi.
Nah, akhirnya diketahui bahwa uang yang disetor ke pusat sesuai tarif resmi, tapi sebenarnya uang yang ditarik dari para TKI jauh lebih besar dan itu masuk kantong pribadi. "Jumlah yang disetorkan ke pusat sesuai dengan tarif resmi yang ditentukan, tetapi sebenarnya yang ditarik dari para WNI lebih dari yang disetorkan," kata Tumpak.
Hasil dari pungli tersebut ternyata fantastis, bayangkan dalam 2 tahun saja Khusnul telah mengumpulkan uang Rp12 milar yang disimpannya dalam rekening pribadi. "Uang itu masuk ke rekening yang bersangkutan. Sebagian digunakannya sendiri dan sebagian lagi dibagikan kepada para pejabat di Konjen RI, termasuk mantan Konjen yang hari ini ditetapkan sebagai tersangka," lebih lanut Tumpak membeberkan kasus tersebut.
© Copyright 2024, All Rights Reserved