Hampir 2,5 bulan sejak kasus semburat lumpur panas di Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur terjadi hingga kini belum ada penyelesaian konkrit. Penanggulangannya nyaris menemui jalan buntu karena semua alternatif memiliki resiko yang tidak ringan.
Dengan cara membuat tanggul penampung seperti yang dilakukan sekarang tampaknya juga tidak efektif karena hanya sebagai solusi sementara. Kini tanggul setinggi 4-6 meter mengelilingi genangan lumpur seluas 135 hektar itu dalam menimbulkan kekhawatiran tersendiri. Pasalnya, sewaktu-waktu tanggul itu dapat saja jebol karena tidak mampu lagi menahan tekanan lumpur yang volumenya terus bertambah.
Betapa tidak, lima kolam penampungan lumpur berkapasitas total 767.000 meter kubik sepertinya tidak akan mampu lagi menampung lumpur. Volume lumpur sampai saat ini sudah sekitar 3,65 juta meter kubik atau setara 730.000 truk pengangkut tanah.
"Kalaupun membangun kolam baru, hanya mungkin di Desa Besuki Kecamatan Jabon yang masih berupa pesawahan seluas 25 hektar," kata Ketua Tim Supervisi dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk Tim Pengelolaan Air dan Lumpur Rasio Ridho Sani. "Itupun paling-paling hanya cukup untuk menampung lumpur selama sebulan ke depan," tambahnya.
Sedangkan alternatif memanfaatkan lumpur menjadi batu bata, hingga kini masih dikaji. Saat ini belum diketahui pasti kandungan racun yang terdapat dalam lumpur itu. Selain itu kapasitas produksi batu bata, tidak sebanding dengan banyaknya lumpur yang menyembur yakni 50.000 meter kubik atau setara 10.000 truk per hari.
Ditenggah kebuntuan penanganan lumpur panas tersebut, Vice President Administration and Human Resources Lapindo Brantas Inc (LBI) Yuniwati Teryana meminta pemerintah pusat untuk segera memberikan izin pembuangan lumpur ke laut atau sungai. Sebelum dibuang, Yuniwati menjanjikan, air lumpur akan diproses agar memenuhi baku mutu.
Menteri Negara Lingkungan Hidup Rahmat Witoelar saat berkunjung ke lokasi semburan pekan silam menyatakan, air lumpur bisa dibuang ke laut setelah ada izin dari Kementerian Lingkungan Hidup dan diolah lebih dulu.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jatim Ridho Saiful Ashadi menolak pembuangan air lumpur ke laut, karena bisa merusak ekologi laut. "Selama ini di Indonesia belum ada alat pengolah lumpur. Yang ada hanya pemisah antara lumpur dan air. Tidak ada jaminan air lumpur aman," tuturnya.
Bupati Sidoarjo Win Hendrarso menyatakan, perlu segera dibuat konsep relokasi permanen untuk warga korban lumpur. Hal ini didasarkan pada kondisi semburan yang makin besar dan belum adanya hasil signifikan dalam mengurangi semburan lumpur. Win meminta pemerintah pusat membantu penanganan relokasi warga yang berjumlah lebih dari 8.000 jiwa.
Sementara itu di Jakarta Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Purnomo Yusgiantoro usai Rakor BioFuel mengatakan pemerintah baru akan menggelar rakor untuk membahas perkembangan akhir kasus semburan lumpur Lapindo Brantas Inc pada Sabtu ini.
Menurut dia, pemerintah tidak akan menetapkan batas waktu upaya penghentian. "Sekarang kalau kita deadline pun tidak akan selesai. Lha kalau misalnya saya bilang besok penanganan harus selesai ternyata tidak bisa, gimana ? Yang kita hadapi ini alam," ujarnya.
Proses hukum atas siapa yang bertanggung jawab dalam kasus Lapindo, lanjut Purnomo, sedang dilakukan oleh Polda Jatim. BP Migas sebagai pengawas pun apabila terbukti lalai bisa dimintai pertanggungjawaban.
Menyusul sejumlah kecelakaan pengeboran migas yang dekat dengan lokasi pemukiman, Kepala BP Migas Kardaya Warnika mengatakan, pihaknya memang akan meninjau ulang ketentuan jarak aman pengeboran di wilayah pemukiman.
"Ketentuan yang membolehkan jarak terdekat pengeboran 100 meter dari pemukiman penduduk, merupakan produk zaman Belanda tahun 1930. Tentu hal itu sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang," kata Kardaya.
Sementara Direktur Utama PT Kereta Api Ronny Wahyudi mengatakan, sudah meminta bantuan Gubernur Jawa Timur agar mengamankan jalur kereta api Surabaya-Malang-Jember dari kemungkinan genangan lumpur lumpur. Sebab jika jalur itu terendam lumpur, maka akan mengganggu aktivitas ekonomi masyarakat. Apalagi jalan tol Surabaya_Gempol pun sudah ditutup karena khawatir terhadap bahaya lumpur.
© Copyright 2024, All Rights Reserved