Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN ke-26 ditingkat menteri banyak membahas masalah yang terkait dengan urusan internal ASEAN. KTT ini juga menyoroti masalah perbatasan dan kode etik di Laut China Selatan.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan, terkait sengketa Laut China Selatan, pada prinsipnya semua negara ASEAN ingin menciptakan stabilitas dan perdamaian di kawasan.
“Kita ingin implementasi secara penuh dan efektif dari Declaration of Conduct. Dan juga kita dorong segera difinalisasi Code of Conduct. Jadi prinsip-prinsip itu terus kita kedepankan dalam pembahasan mengenai Laut China Selatan," ujar Retno di Kuala Lumpur, Malaysia, Minggu (26/04) malam.
Sebelumya, dalam pertemuan para menteri luar negeri KTT ASEAN, Menteri Luar Negeri Filipina Albert del Rosario menyerukan negara ASEAN untuk mendesak Tiongkok menghentikan reklamasi besar-besaran di wilayah Kepualauan Spratly yang jadi salah satu sumber sengketa.
“Apakah ini bukan waktunya bagi ASEAN untuk mengatakan kepada tetangga utara kita bahwa apa yang dilakukannya adalah salah dan bahwa reklamasi besar harus segera dihentikan?" ujar Rosario, dilaporkan Reuters pada Minggu (26/4).
Tuan rumah KTT ASEAN, Malaysia, tampaknya cenderung menghindari mengkritik Tiongkok yang merupakan mitra dagang terbesarnya. Sementara Indonesia, telah berulang kali menyatakan komitmen untuk menjadi penengah dalam konflik Laut China Selatan.
Retno mengungkapkan, terkati masalah internal ASEAN, hal yang dibahas adalah soal sentralitas. “Kami bahas bagaimana mengefisiensi dan mengefektifkan sidang-sidang ASEAN, bagaimana kami ke depan akan mengambil dialog, akan menanggapi atau membuat suatu aturan untuk mengambil dialog partner yang baru, dan sebagainya," ujar dia.
Dikatakan Retno, terdapat 4 poin utama yang disampaikan delegasi Indonesia dalam pertemuan tingkat menteri tersebut. Poin pertama yaitu mengenai masalah pentingnya bagi ASEAN untuk memiliki satu instrumen hukum untuk melindungi buruh.
“Kedua, kami menekankan pentingnya ASEAN untuk memperkokoh kerja sama di bidang maritim, konektifitas, termasuk juga untuk combating IUU (illegal, unreported, and unregulated) fishing," kata dia.
Poin ketiga adalah menekankan pentingnya negara-negara ASEAN untuk segera mempercepat penyelesaian batas-batas wilayah mengingat wilayah di negara-negara Asia Tenggara berbatasan satu dengan yang lain, baik darat maupun laut.
Sementara poin terakhir adalah mengenai konselir asisten di negara ketiga yang sedang dilanda krisis. “Dalam artian, kita perlu satu pengaturan khusus bagaimana kita menanggapi, atau saling memberikan bantuan konsuler kepada warga negara ASEAN di negara yang sedang dilanda krisis," ujar Retno.
© Copyright 2024, All Rights Reserved