Presiden Joko Widodo (Jokowi) diminta mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati. Sebelumnyua, dalam 1 tahun pemerintahan Jokowi-JK, telah dilakukan dua kali eksekusi hukuman mati.
"Dalam momentum 1 tahun Jokowi-Kalla, saya sampaikan, Jokowi harus mengevaluasi pelaksanaan eksekusi mati yang telah dilakukan," kata Kepala Divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras Putri Kanesia, Rabu (21/10).
Putri mengatakan, Kontras meminta hukuman mati dihapuskan dengan alasan proses hukum di Indonesia masih buruk, cenderung korup, dan seringkali tidak berlandaskan azas keadilan. Sebagai contoh yakni, dua terpidana mati yang proses hukumnya diduga bermasalah.
Pertama, terpidana mati atas nama Zainal Abidin. Putri mengatakan, fakta menunjukkan bahwa permohonan peninjauan kembali (PK) Zainal terselip selama 10 tahun di pengadilan sehingga dia tidak kunjung dieksekusi.
Kedua,terpidana mati atas nama Rodrigo Gularte. Menurut Putri, rekam medis dan psikologis Rodrigo menunjukkan adanya gejala schizofrenia disorder dan bipolar psikopatik pada dirinya. Seharusnya, terpidana dengan kondisi seperti itu tidak dapat dieksekusi sesuai Pasal 44 KUHP.
"Artinya, Jokowi tidak melihat proses hukum terhadap terpidana mati ini telah melalui proses yang tidak adil dan cacat hukum," kata Putri.
Putri mengatakan, kewenangan presiden untuk memberikan grasi tidak dijalankan baik oleh presiden. Sebab setiap terpidana mati pasti ditolah permohonan grasinya, sesuai statement Jokowi di media.
Putri berharap, Jokowi menghentikan gelombang tiga eksekusi mati dan membenahi sistem peradilan terlebih dahulu demi mewujudkan keadilan bagi para terpidana.
© Copyright 2024, All Rights Reserved