Perubahan iklim yang terjadi saat ini, sering menyebabkan kacaunya pola tanam dan kegiatan petani di Indonesia. Untuk membantu kegiatan pertanian agar terwujud swasembada padi, jagung dan kedelai, Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) Pertanian, Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan dan mensosialisasikan Kalender Tanam (Katam) Terpadu Musim Tanam (MT) 2 tahun 2013.
Kepala Badan Litbang Kementan Haryono, dalam peluncuran Katam MT-2/2013 di Kantor Litbang Pertanian, Jakarta, Kamis (14/02), mengatakan, sesuai dengan filosofi sistem informasi yang dinamik, Katam Terpadu MT-2/2013 ini sedikit berbeda dengan Katam Terpadu sebelumnya.
Perbaharuan Katam kali ini dilengkapi dengan informasi tentang pola dan waktu tanam padi serta paliwija. Bahkan, dilengkapi dengan rekomendasi varientas dan pemupukannya.
"Katam ini akan memberikan alternatif pergiliran tanaman jagung atau kedelai menggantikan tanaman padi. Semua itu dilakukan sesuai dengan kondisi iklim dan ketersediaan airnya. Karena di berbagai kecamatan, jumlah curah hujannya pada MT-2 cenderung mengalami penurunan dan tidak mencukupi kebutuhan tanam padi. Tapi mungkin cukup bagi tanaman jagung atau kedelai," kata Haryono kepada politikindonesia.com, seusai Launcing dan Sosialisasi Katam Terpadu MT-2/2013.
Menurutnya, dengan Katam ini, setiap pemerintah daerah dapat lebih efktif dalam perencanaan dan penyiapan pola dan waktu tanam yang lebih tepat dan efektif. Sehingga dapat memproduksi padi lebih baik dan tingkat resiko kekeringan minim. Selain itu, juga dibarengi dengan mengoptimalkan pemanfaatan lahan sawah melalui penanaman jagung atau kedelai.
"Untuk pemanfaatkan lahan sawah menjadi lahan jagung atau kedelai di seluruh Indonesia seluas 2,68 juta hektar (ha). Sedangkan, untuk kedelai seluas kedelai 0,05 juta ha. Ada 7 provinsi sebagai lokasi pengembangan kedelai, yaitu Aceh, Sumatra Utara (Sumut), Lampung, Jawa Tengah (Jateng), Jawa Timur (Jatim), Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Barat (NTB)," ujarnya.
Dijelaskan, berdasarkan prediksi yang dilakukan oleh pihaknya serta Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) dan berbagai lembaga penelitian iklim internasional menunjukan prospek dan sifat curah hujan pada Katam Terpadu MT-2 ini secara global adalah normal. Ini artinya, priode musim tanam mendatang diharapkan tidak terjadi iklim ekstrem atau anomali iklim yang bisa menganggu proses tanaman pangan nasional.
"Diharapkan, sifat iklim yang normal itu bisa dimanfaatkan seoptimal mungkin dalam mencapai sasaran produksi berbagai komoditas pangan, terutama padi, jagung dan kedelai. Karena penurunan curah hujan bisa secara langsung menurunkan potensi luas tanam dan produktivitas, bahkan bisa menyebabkan kegagalan panen," ungkapnya.
Dia memaparkan, berdasarkan sejarahnya pada Katam Terpadu MT-2 ini, ada 20 persen kabupaten di Indonesia merupakan wilayah rawan banjir dan sangat rawan banjir di lahan sawah. Di antaranya di Sumatera, Jawa, sebagian Kalimantan Selatan, Sulawesi bagian utara dan bagian selatan. Sedangkan, kabupaten yang sangat rawan kekeringan terdapat di sebagian pantai barat Sumatra, pantai Utara Jawa dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
"Namun, di wilayah tersebut ada 3 organisme penganggu tanaman (OPT) yang harus diwaspadai untuk tanaman padi. Seperti penggerek batang padi, blast dan kresek. OPT tersebut terdapat di Jawa, Lampung dan Sulsel. Sementara itu, OPT dominan untuk tanaman jagung adalah penggerek tongkol, penggerek batang dan bulai terjadi di sebagian Jawa, NTB, NTT dan Sulawesi. Kalau OPT untuk kedelai penggerek polong, penggulung dayn dan ulat grayak terjadi di wilayah Sumut, Jabar, Sulawesi dan NTT," tambahnya.
Oleh karena itu, lanjut Haryono, sepanjang curah hujan atau air tersedia berbagai upaya percepatan waktu tanam dan peningkatan luas areal tanam harus dilakukan. Upaya tersebut harus didukung dengan percepatan penyediaan benih, pupuk dan sarana produksi lainnya.
"Semua itu harus tersedia tepat waktu dalam jumlah yang cukup. Selain itu, penyediaan alat mesin pertanian untuk mempercepat waktu penyiapan lahan, pertanaman, penyediaan air, perawatan tanaman hingga panen dan pascapanenam," tuturnya.
Nantinya, kata Haryono, Katam ini akan diperbaiki tiap musim dan diperbarui tiap 2 bulan sekali dengan data terbaru dan kecocokan unsur hara dari tiap propinsi di Indonesia. Katam ini memberikan informasi yang lengkap bagi petani. Panduan operasional tersebut ditetapkan pada level masyarakat, dan kecamatan.
"Kalender tanam ini lebih diperuntukkan untuk para penyuluh pertanian dan pemangku kebijakan di daerah mengingat petani banyak yang belum mengenal dunia internet. Namun tidak menutup kemungkinan bagi petani yang berteknologi untuk melihat langsung ke website Kementan. Idealnya lebih ke bahasa petani, nantinya penyuluh pertanian yang bertugas menyampaikan kepada petani mengenai cara tanam sesuai ciri khas tanah di daerah tersebut," katanya.
© Copyright 2024, All Rights Reserved